15 September (hari ke 15 ramadhan), aku sudah tiba di bandara Polonia. Agak berbeda memang nuansanya jika kita bepergian dalam keadaan berpuasa. Namun sayang, nuansa ramadhan kurang begitu berkesan dalam perjalanan karena kudapati begitu banyak orang yang makan dan minum di tempat terbuka, entah karena ia sedang batal puasa (musafir) atau memang tidak berpuasa (tidak terkena seruan puasa ramadhan).
Sengaja, ku mencari tempat penginapan di dekat masjid raya agar bisa merasakan Semarak Ramadhan yang diadakan oleh pemerintah kota Medan. Aacara-acara banyak rupa, mulai nasyid, pentas musik islami hingga tabligh akbar. Yang membuat rame juga di sekitar masjid terdapat pedagang-pedagang yang menyiapkan makanan untuk berbuka hingga saur. Dan menjadi tempat kongkow-kongkow anak muda dan tua.
Di medan mulai musim hujan, syukurnya aku kesana hanya mendung dan baru sore harinya turun hujan, sehingga membuat becek dan rusuh pelataran masjid, jadi kurang enak juga pemandangannya.
Pada saat sholat ashar berjamaah , kulihat beberapa jamaah yang berjubah dan berjanggut alias memelihara janggut cukup panjang. Setelah selesai berjamaah maka mereka berkumpul membuat lingkaran dan salah satu diantara mereka menjadi pembicara. Pada saat itu yang dibicarakan adalah masalah kemuliaan Islam dan seputar masalah iklas.
Aku jadi teringat kakak kelasku alias seniorku di Unibraw dulu yang menjadi mentor ketika ku awal masuk kuliah. Jamaah itu persis sama dengan yang diikuti seniorku. JAMAAH TABLIGH namanya. Dulu pun, setiap kudiajaknya jaulah (istilah mereka dalam berdakwah keluar), ku pasti ga bisa ikut dan memang kurang tertarik karena kulihat sedikit "rusuh" nya penampilan mereka.
Maka, di masjid raya medan pun kucoba ikut, walaupun merasa sedikit asing secara penampilan diantara mereka. Para jamaah yang lain berjubah sedangkan aku memakai baju hEm (necis). Ku dengarkan saja petuahnya walaupun ada yang sedikit aneh dalam beberapa kasus contoh yang mereka kemukakan. Diantaranya mereka masih sering mencontohkan peristiwa-peristiwa "ajaib" seperti orang yang sholih karena keyakinaanya bisa melebihi Kyainya, sehingga bisa berjalan diatas air. Aku tidak memungkiri cerita-cerita tersebut dan sangat banyak berkembang di masyarakat (bahkan sejak kecil pun aku sudah mendengarnya), sehingga sempat dulunya termotivasi belajar Islam untuk kedigdayaan agar bisa terbang dan menghilang, gokil banget ya?
Dalam hatiku, seharusnya ustadz yang menyampaikan dalam kajian singkat tersebut cukup memotivasi dengan kisah perjalanan dakwah Rasulullah atau para sahabat Rasulullah. Sedangkan cerita-cerita yang sumbernya ga ada dalam metode periwayatan abaikan saja.
Yang membuat ku terkesan setelah ahir acara, ustadnya memotivasi semua peserta utuk siap jaulah selama 3 hari, satu persatu ditunjuknya dan diminta kesiapan termasuk aku. Dengan sedikit malu dan lantang kujawab "Tidak Bisa".
Aku sangat salut dalam perkembangan dakwah mereka, bahkan di masjid dekat rumahku di jember sana, mereka sudah ada dan tetap dengan ciri khasnya jubah dan jenggotnya. Mereka begitu antusias untuk menjalankan agama ini dan mengajak setiap orang dari rumah ke rumah agar aktif di masjid.Terlepas yang diajak mau atau tidak, mereka dengan tabah melakukan itu semua.
Adzan maghrib, pertanda ku harus berbuka puasa, maka tinggal melangkah di sebelah luar pagar masjid, sudah begitu banyak makanan yang tersedia tinggal beli saja. Dan di tengah-tengah taman kota sudah berdiri megah panggung untuk acara Semarak Ramadhan.
Selepas terawih, Suara Prespektif Super Akapela Medan, adalah kelompok akapela yang menyanyikan lagu-lagu islami dari derah medan, menampilkan aksinya di panggung. Suaranya begitu indah di telinga dengan syair-syir islami. Apalagi ketika menyanyikan lagu berjudul "ibu" yang dipopulerkan oleh Opick. Salah satu lagu favoritku karena mengisahkan tentang orangtua. Kujadi ingat ibu. Dan kuingat kenangan juga di kuliah, dimana kupernah berorganisasi, disana dulu teman-temanku membuat grup nasyid. Untungnya suaraku "kurang merdu" alias ga enak didengar jika bernyayi, jadinya ga pernah diajak ikut begituan. Sayangnya temen-temenku sudah mengembara kemana-mana dan bekerja dengan bidangnya masing-masing.
Medan, hampir serupa kondisinya dengan kota-kota di Indonesia. Mal-mal sudah lumayan banyak, life style western juga begitu mudah kita temui disini termasuk anak-anak mudanya.
Yah, setidaknya ku sudah pernah singgah ke kota ini dan merasakan bagiamana riuh ramah kota ini dengan perangai-perangai orang yang bermacam-macam. Ada beberapa kata yang cukup aneh di dengar di kota ini semisal: kereta=sepeda motor, pajak=pasar, pasar=jalan.... dll deh.
Inilah kekuasaan Allah yang menciptakan keberagaman bahasa. Subhanallah wal hamdulillah!
Sengaja, ku mencari tempat penginapan di dekat masjid raya agar bisa merasakan Semarak Ramadhan yang diadakan oleh pemerintah kota Medan. Aacara-acara banyak rupa, mulai nasyid, pentas musik islami hingga tabligh akbar. Yang membuat rame juga di sekitar masjid terdapat pedagang-pedagang yang menyiapkan makanan untuk berbuka hingga saur. Dan menjadi tempat kongkow-kongkow anak muda dan tua.
Di medan mulai musim hujan, syukurnya aku kesana hanya mendung dan baru sore harinya turun hujan, sehingga membuat becek dan rusuh pelataran masjid, jadi kurang enak juga pemandangannya.
Pada saat sholat ashar berjamaah , kulihat beberapa jamaah yang berjubah dan berjanggut alias memelihara janggut cukup panjang. Setelah selesai berjamaah maka mereka berkumpul membuat lingkaran dan salah satu diantara mereka menjadi pembicara. Pada saat itu yang dibicarakan adalah masalah kemuliaan Islam dan seputar masalah iklas.
Aku jadi teringat kakak kelasku alias seniorku di Unibraw dulu yang menjadi mentor ketika ku awal masuk kuliah. Jamaah itu persis sama dengan yang diikuti seniorku. JAMAAH TABLIGH namanya. Dulu pun, setiap kudiajaknya jaulah (istilah mereka dalam berdakwah keluar), ku pasti ga bisa ikut dan memang kurang tertarik karena kulihat sedikit "rusuh" nya penampilan mereka.
Maka, di masjid raya medan pun kucoba ikut, walaupun merasa sedikit asing secara penampilan diantara mereka. Para jamaah yang lain berjubah sedangkan aku memakai baju hEm (necis). Ku dengarkan saja petuahnya walaupun ada yang sedikit aneh dalam beberapa kasus contoh yang mereka kemukakan. Diantaranya mereka masih sering mencontohkan peristiwa-peristiwa "ajaib" seperti orang yang sholih karena keyakinaanya bisa melebihi Kyainya, sehingga bisa berjalan diatas air. Aku tidak memungkiri cerita-cerita tersebut dan sangat banyak berkembang di masyarakat (bahkan sejak kecil pun aku sudah mendengarnya), sehingga sempat dulunya termotivasi belajar Islam untuk kedigdayaan agar bisa terbang dan menghilang, gokil banget ya?
Dalam hatiku, seharusnya ustadz yang menyampaikan dalam kajian singkat tersebut cukup memotivasi dengan kisah perjalanan dakwah Rasulullah atau para sahabat Rasulullah. Sedangkan cerita-cerita yang sumbernya ga ada dalam metode periwayatan abaikan saja.
Yang membuat ku terkesan setelah ahir acara, ustadnya memotivasi semua peserta utuk siap jaulah selama 3 hari, satu persatu ditunjuknya dan diminta kesiapan termasuk aku. Dengan sedikit malu dan lantang kujawab "Tidak Bisa".
Aku sangat salut dalam perkembangan dakwah mereka, bahkan di masjid dekat rumahku di jember sana, mereka sudah ada dan tetap dengan ciri khasnya jubah dan jenggotnya. Mereka begitu antusias untuk menjalankan agama ini dan mengajak setiap orang dari rumah ke rumah agar aktif di masjid.Terlepas yang diajak mau atau tidak, mereka dengan tabah melakukan itu semua.
Adzan maghrib, pertanda ku harus berbuka puasa, maka tinggal melangkah di sebelah luar pagar masjid, sudah begitu banyak makanan yang tersedia tinggal beli saja. Dan di tengah-tengah taman kota sudah berdiri megah panggung untuk acara Semarak Ramadhan.
Selepas terawih, Suara Prespektif Super Akapela Medan, adalah kelompok akapela yang menyanyikan lagu-lagu islami dari derah medan, menampilkan aksinya di panggung. Suaranya begitu indah di telinga dengan syair-syir islami. Apalagi ketika menyanyikan lagu berjudul "ibu" yang dipopulerkan oleh Opick. Salah satu lagu favoritku karena mengisahkan tentang orangtua. Kujadi ingat ibu. Dan kuingat kenangan juga di kuliah, dimana kupernah berorganisasi, disana dulu teman-temanku membuat grup nasyid. Untungnya suaraku "kurang merdu" alias ga enak didengar jika bernyayi, jadinya ga pernah diajak ikut begituan. Sayangnya temen-temenku sudah mengembara kemana-mana dan bekerja dengan bidangnya masing-masing.
Medan, hampir serupa kondisinya dengan kota-kota di Indonesia. Mal-mal sudah lumayan banyak, life style western juga begitu mudah kita temui disini termasuk anak-anak mudanya.
Yah, setidaknya ku sudah pernah singgah ke kota ini dan merasakan bagiamana riuh ramah kota ini dengan perangai-perangai orang yang bermacam-macam. Ada beberapa kata yang cukup aneh di dengar di kota ini semisal: kereta=sepeda motor, pajak=pasar, pasar=jalan.... dll deh.
Inilah kekuasaan Allah yang menciptakan keberagaman bahasa. Subhanallah wal hamdulillah!
Medan, 17 September 2008.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!