26 Agustus 2008, jam 3 pagi, aku sudah ahrus segera berangkat ke Bandara untuk ke Semarang dengan penerbangan jam 06.15 pagi. Jadwal perjalanan yang tidak kusukai karena harus sangat pagi sudah ke Bandara. Namun, ada enaknya karena tidak akan terjebak macetnya kota Jakarta.
Ke Semarang dengan menggunakan Batavia Air. Di Batavia Air kita akan diberi kue dan satu gelas minum air mineral. Namun, kurang nyamannya aku kebagian tempat duduk yang bagian bawahnya agak rusak dan kondisi di dalam pesawat yang kurang harum alias "bau". Maka penerbangan kulewatkan saja dengan tidur agar bisa lebih nyaman. Penerbanagan Jakarta-Semarang hanya ditempuh dalam waktu 55 menit, jadi jam 07.10 sudah berada di bandara Ahmad yani Semarang.
Akhirnya, aku pun bisa menikmati udara segara kota Semarang, apalagi di daerah Kopeng Kabupaten Semarang, daerah pertanian hortikultura dengan ketinggian daerah 900 dpl (diatas permukaan lau) seperti daerah Batu-Jawa Timur.
Tujuan ke kota Semarang, seperti biasa aku melakukan survey kepada petani. Ternyata, keluhannya sama saja. Untuk masalah budidaya para petani sangat wellcome dan bisa mengatasi setiap masalah secara teknis di lapang. tetapi, yang menyangkut pengaturan oleh pemerintah ni yang selalu menjadi keluhaan mereka. Kelangkaan pupuk, sperti bisa ditebak, mereka pasti bertanya, kok bisa hilang? Bagaiamana Departemen pertanian dalam memberikan subsidi?
Sistem? Ya ini menyangkut sistem distribusi yang bermasalah. Subsidi yang diberikan kepada perusahaan pupuk ternyata juga tidak pernah sampai kepada petani. Pendistribusiannya banyak diselewengkan. Departemen Perdagangan sebagai pemegang pendistribusian mestinya belekerjasama dengan Deptan dan pihak aparat kemanan negara untuk menindak pelaku-pelaku penimbun dan penyelewengan tersebut. Inilah susahnya hidup di negeri kaya tetapi miskin mental merdeka. Semuanya masih ingn menjadi penjajah bagi yang lain....
Selain ke Semarang, aku juga pergi ke Kabupaten Kudus, untuk survey juga. Di Kudus petani tanaman pangan sangat banyak dan jika sudah tiba waktu panen, konon sampai kewalahan tenaga kerjanya sehingga harus manggil tenaga-tenaga panen di luar kudus. Jika di Kudus, aku tidak sampai pergi ke lahan-lahan petani karena para petaninya sduah dikumpulkan oleh petugas dinas pertanian setempat. Tentu saja yang kuhadapi adalah petani-petani yang sduah pandai dan tergolong kaya. Tidak ada kendala berarti bagi mereka kecuali kendala permodalan yang msih kurang.
Pada hari juma'at survey ku hentikan dan harus segara pergi ke Jakarta kembali dengan menggunakan Mandala Air. Ini lebih enak dan nyaman ketimbang Batavia Air. Jam 8.20 sudah di Bandara Soekaran Hatta kembali.
Ke Semarang dengan menggunakan Batavia Air. Di Batavia Air kita akan diberi kue dan satu gelas minum air mineral. Namun, kurang nyamannya aku kebagian tempat duduk yang bagian bawahnya agak rusak dan kondisi di dalam pesawat yang kurang harum alias "bau". Maka penerbangan kulewatkan saja dengan tidur agar bisa lebih nyaman. Penerbanagan Jakarta-Semarang hanya ditempuh dalam waktu 55 menit, jadi jam 07.10 sudah berada di bandara Ahmad yani Semarang.
Akhirnya, aku pun bisa menikmati udara segara kota Semarang, apalagi di daerah Kopeng Kabupaten Semarang, daerah pertanian hortikultura dengan ketinggian daerah 900 dpl (diatas permukaan lau) seperti daerah Batu-Jawa Timur.
Tujuan ke kota Semarang, seperti biasa aku melakukan survey kepada petani. Ternyata, keluhannya sama saja. Untuk masalah budidaya para petani sangat wellcome dan bisa mengatasi setiap masalah secara teknis di lapang. tetapi, yang menyangkut pengaturan oleh pemerintah ni yang selalu menjadi keluhaan mereka. Kelangkaan pupuk, sperti bisa ditebak, mereka pasti bertanya, kok bisa hilang? Bagaiamana Departemen pertanian dalam memberikan subsidi?
Sistem? Ya ini menyangkut sistem distribusi yang bermasalah. Subsidi yang diberikan kepada perusahaan pupuk ternyata juga tidak pernah sampai kepada petani. Pendistribusiannya banyak diselewengkan. Departemen Perdagangan sebagai pemegang pendistribusian mestinya belekerjasama dengan Deptan dan pihak aparat kemanan negara untuk menindak pelaku-pelaku penimbun dan penyelewengan tersebut. Inilah susahnya hidup di negeri kaya tetapi miskin mental merdeka. Semuanya masih ingn menjadi penjajah bagi yang lain....
Selain ke Semarang, aku juga pergi ke Kabupaten Kudus, untuk survey juga. Di Kudus petani tanaman pangan sangat banyak dan jika sudah tiba waktu panen, konon sampai kewalahan tenaga kerjanya sehingga harus manggil tenaga-tenaga panen di luar kudus. Jika di Kudus, aku tidak sampai pergi ke lahan-lahan petani karena para petaninya sduah dikumpulkan oleh petugas dinas pertanian setempat. Tentu saja yang kuhadapi adalah petani-petani yang sduah pandai dan tergolong kaya. Tidak ada kendala berarti bagi mereka kecuali kendala permodalan yang msih kurang.
Pada hari juma'at survey ku hentikan dan harus segara pergi ke Jakarta kembali dengan menggunakan Mandala Air. Ini lebih enak dan nyaman ketimbang Batavia Air. Jam 8.20 sudah di Bandara Soekaran Hatta kembali.
Perjalanan dinas y pak ? tp ckup mengesankan bs mendengarkan curhat-nya kaum petani..btw petani apa disana pak ? klo petani sawit disini mah makmur pak...salam kenal y pak, sy juga org jember yg merantau ke sumut @salam
ReplyDelete