Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda :
"Hanyasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (HR. Bukhari & Muslim)
Hadits tersebut sangat terkenal, karena sering dipakai sebagai dalih untuk "pelegalan" segala aktifitasnya. Semisal ketika ada anak berpacaran dengan alasan PDKT, maka ia mengatakan "yang pentin kan niatnya" atau ketika ada seorang wanita baligh tidak berkerudung dan berjilbab ketika keluar rumah akan mengatakan "yang penting kan niatnya, jilbab hati lebih penting daripada jilbab luar". Begitu parahkah pemahaman tentang niat ini? sehingga menjadikan niat sebagai legalitas dalam setiap tindakan. Atau seharusnya sebaliknya, perbuatan harus jelas halal haramnya (hukumnya) baru niatnya dibenarkan.
Hadits diatas turun dengan adanya peristiwa perintah hijrah. rasulullah saw selain sebagai Rasul juga sebagai pemimpin telah mengeluarkan kebijakan untuk hijrahnya kaum muslimin ke madinah. Kewajiban ini disambut suka cita oleh para sahabat. Namun sayang, ditengah kemenangan ini ternyata ada yang berniat bukan karena menjalankan perintah Allah da RasulNya. Melainkan ia hijrah karena mengejar seorang wanita yang bernama Ummu Qais.
Oleh karena itu, Rasulullah pun mengingatkan ummat Islam agar tidak melaksanakan kewajiban yang bernilai pahala disisi Allah, musanah hilang hanya gara-gara salah dalam berniat. Rugi banget kan?
Padahal jika berbicara tentang kewajiban, kita iklas atau tidak tetap harus menjalankan. Dan diterimanya amal shlih kita adalah juga jaren niat menjalankan kewajiban tersebut semata-mata karena Allah SWT, bukan karena harta, tahta dan wanita.Para imam mujtahid berpendapat bahwa sesuatu amal itu dapat sah dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai niat.
Dari Ummul mu'minin,Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada sepasukan tentera yang hendak memerangi - menghancurkan - Ka'bah, kemudian setelah mereka berada di suatu padang dari tanah lapang lalu dibenamkan-dalam tanah tadi -dengan yang pertama sampai yang terakhir dari mereka semuanya." Aisyah bertanya: "Saya berkata, wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedang di antara mereka itu ada yang ahli pasaran - maksudnya para pedagang - serta ada pula orang yang tidak termasuk golongan mereka tadi - yakni tidak berniat ikut menggempur Ka'bah?"
Rasulullah s.a.w. menjawab: "Ya, semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka itu akan diba'ats - dibangkitkan dari masing-masing kuburnya - sesuai niat-niatnya sendiri - untuk diterapi dosa atau tidaknya.(Muttafaq 'alaih)
Lafaz hadits tersebut menurut Riwayat Imam Bukhari.
Dari hadits tersebut kit abisa mengambil pelajaran bahwa orang sholih yang hidup di lingkungan penuh kemaksiatan dan kedzakiman, ketika Allah memberikan siksaan atau azab kepada kaum yang rusak tersebut, maka orang yang sholih pun akan terkena imbasnya. Ketika sistem ribawai merjalela -padahal Allah telah mengharamkannya- yang berakibat kepada krisis ekonomi yang tidak berkesudahan, maka hal tersebut menimpa siapa saja baik orang yang sholih maupun dzalim.
Oleh karena itu, orang-orang yang sholih harus senantiasa meninggikan kalimat Allah agar kerusakan tersbut tidak merajalela dan barokah hidup dari Allah bisa dirasakan.
Namun demikian perihal amal perbuatannya tentulah dinilai sesuai dengan niat yang terkandung dalam hati orang yang melakukannya itu. Walaupun orang-orang yang sholih juga terkena imbas azab Allah kepada kaum yang rusak tersebut tetapi perhitungannya jelaslah berbeda dengan orang-orang yang dzalim , dikarenakan niat inilah.
Marilah kita jangan lupakan untuk berniat karena Allah dalam setiap ketaatan menjalankan perintahNya dan dalam setiap perbuatan menjauhi segala laranganNya.
"Hanyasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (HR. Bukhari & Muslim)
Hadits tersebut sangat terkenal, karena sering dipakai sebagai dalih untuk "pelegalan" segala aktifitasnya. Semisal ketika ada anak berpacaran dengan alasan PDKT, maka ia mengatakan "yang pentin kan niatnya" atau ketika ada seorang wanita baligh tidak berkerudung dan berjilbab ketika keluar rumah akan mengatakan "yang penting kan niatnya, jilbab hati lebih penting daripada jilbab luar". Begitu parahkah pemahaman tentang niat ini? sehingga menjadikan niat sebagai legalitas dalam setiap tindakan. Atau seharusnya sebaliknya, perbuatan harus jelas halal haramnya (hukumnya) baru niatnya dibenarkan.
Hadits diatas turun dengan adanya peristiwa perintah hijrah. rasulullah saw selain sebagai Rasul juga sebagai pemimpin telah mengeluarkan kebijakan untuk hijrahnya kaum muslimin ke madinah. Kewajiban ini disambut suka cita oleh para sahabat. Namun sayang, ditengah kemenangan ini ternyata ada yang berniat bukan karena menjalankan perintah Allah da RasulNya. Melainkan ia hijrah karena mengejar seorang wanita yang bernama Ummu Qais.
Oleh karena itu, Rasulullah pun mengingatkan ummat Islam agar tidak melaksanakan kewajiban yang bernilai pahala disisi Allah, musanah hilang hanya gara-gara salah dalam berniat. Rugi banget kan?
Padahal jika berbicara tentang kewajiban, kita iklas atau tidak tetap harus menjalankan. Dan diterimanya amal shlih kita adalah juga jaren niat menjalankan kewajiban tersebut semata-mata karena Allah SWT, bukan karena harta, tahta dan wanita.Para imam mujtahid berpendapat bahwa sesuatu amal itu dapat sah dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai niat.
Niat itu ialah sengaja yang disembunyikan dalam hati.
Dari Ummul mu'minin,Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada sepasukan tentera yang hendak memerangi - menghancurkan - Ka'bah, kemudian setelah mereka berada di suatu padang dari tanah lapang lalu dibenamkan-dalam tanah tadi -dengan yang pertama sampai yang terakhir dari mereka semuanya." Aisyah bertanya: "Saya berkata, wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedang di antara mereka itu ada yang ahli pasaran - maksudnya para pedagang - serta ada pula orang yang tidak termasuk golongan mereka tadi - yakni tidak berniat ikut menggempur Ka'bah?"
Rasulullah s.a.w. menjawab: "Ya, semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka itu akan diba'ats - dibangkitkan dari masing-masing kuburnya - sesuai niat-niatnya sendiri - untuk diterapi dosa atau tidaknya.(Muttafaq 'alaih)
Lafaz hadits tersebut menurut Riwayat Imam Bukhari.
Dari hadits tersebut kit abisa mengambil pelajaran bahwa orang sholih yang hidup di lingkungan penuh kemaksiatan dan kedzakiman, ketika Allah memberikan siksaan atau azab kepada kaum yang rusak tersebut, maka orang yang sholih pun akan terkena imbasnya. Ketika sistem ribawai merjalela -padahal Allah telah mengharamkannya- yang berakibat kepada krisis ekonomi yang tidak berkesudahan, maka hal tersebut menimpa siapa saja baik orang yang sholih maupun dzalim.
Oleh karena itu, orang-orang yang sholih harus senantiasa meninggikan kalimat Allah agar kerusakan tersbut tidak merajalela dan barokah hidup dari Allah bisa dirasakan.
Namun demikian perihal amal perbuatannya tentulah dinilai sesuai dengan niat yang terkandung dalam hati orang yang melakukannya itu. Walaupun orang-orang yang sholih juga terkena imbas azab Allah kepada kaum yang rusak tersebut tetapi perhitungannya jelaslah berbeda dengan orang-orang yang dzalim , dikarenakan niat inilah.
Marilah kita jangan lupakan untuk berniat karena Allah dalam setiap ketaatan menjalankan perintahNya dan dalam setiap perbuatan menjauhi segala laranganNya.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!