Pesta demokrasi yang dilakukan di Indonesia terutama pilkadal baik guernur maupun bupati membuat masyarakat semakin paham kualitas pemimpin dan mekanisme pemilihan umum. Anehnya, golput (pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya) angkanya semakin tinggi. Ada apa ini?
Di Jawa Barat, golput lebih dari 40%, artinya gubernur yang terpilih sebenarnya bukanlah pilihan mayoritas masyarakat. Beberapa pengamat politik mensinyalir fenomena golput ini ada beberapa hal:
1. Tidak terdaftarnya masyarakat pemilih. Ini berarti kesalahan teknis saja dari KPU.
2. Tidak digunakannya hak pemilih karena:
a. Tidak sempat datang ke tempat pemilihan atau malas
b. Tidak ada wakil yang sesuai kriteria pemilih
c. Sudah jenuh dengan pemilu yang tetap saja tidak menghasilkan sesuai harapan masyarakat.
Fenomena golput ini tentu saja meresahkan kalangan penguasa karena ini menyangkut legitimasi kekuasaan mereka, semakin tinggi angka golput menunjukkan semakin rendah legitimasi dan demokratisasi di daerah tersebut. Tak pelak, Megawati pun sampai "mengancam" bahwa orang yang golput tidak layak jadi WNI?
Kecaman Megawati bukannya mendapatkan simpati, malah menjadi blunder bagaimana sempit dan dangkalnya pengetahuan politik Megawati. Bukankah memilih dalam pemilu adalah hak? semua orang berhak menggunakan hak pilih tersebut atau tidak.
Perseteruan PKB antara dedengkotnya yaitu Gus Dur dan Muhaimin pun menyeret kepada isu golput juga. Gus Dur mengancam akan menyerukan golput dan "yakin" bahwa jika ia dihambat dalam pemilu nasional, peserta golput bisa mencapai 70%. Walaupun kita akan berpikir tingginya golput bukan karena seruan Gus Dur.
Masyarakat Indonesia dengan segala kesusahan dan kemelaratan yang dirasakan semakin menambah kecerdasan berpolitik. Siapapun tahu bagaimana kualitas wakil rakyat mereka yang duduk di DPR atau DPRD yang dipilih melalui Pemilu. Dan masyarakatpun semakin tahu bagaimana kualitas presiden mereka dalam menaikkan BBM sampai 3 kali dan melampaui daya beli rakyat.
Golput, walaupun menurut sebagian pengamat bukan pilihan terbaik, namun bagi masyarkat adalah bentuk protes keras dengan silent choice. kekecewaan masyarakat salah satunya adalah ketidak pedulian mereka terhadap proses demokrasi yang digadang-gadang di negeri ini. Ternyata, demokrasi tidaklah berjalan lurus dengan nilai kesejahteraan masyarakat. Untuk meraih kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidaklah harus dengan demokrasi, malah realita membuktikan semakin demokratis negeri n semakin jatuh kepada dasar jurang kenestapaan. Mungkin kit amalu terhadap negar Brunei yang tidak mengenal demokrasi malah bisa mensejahterakan rakyatnya, atau di Arab Saudi dengan sitem kerajaannya yang kaya dengan minyak, rakyatnya pun tidak sengasara sebagaiman di Indonesia.
Apakah salah jika golput jadi alternatif protes masyarakat dengan menarik "kepercayaan" kepada para wakilnya?
Golput adalah sebuah pilihan dan hak setiap orang, tidak dibenarkan mengintimidasi atau mengancam setiap WNI untuk mengunakan atau tidak setiap haknya.Prediksi pemilu 2009, golput masih aka menjadi pemenangnya.
Di Jawa Barat, golput lebih dari 40%, artinya gubernur yang terpilih sebenarnya bukanlah pilihan mayoritas masyarakat. Beberapa pengamat politik mensinyalir fenomena golput ini ada beberapa hal:
1. Tidak terdaftarnya masyarakat pemilih. Ini berarti kesalahan teknis saja dari KPU.
2. Tidak digunakannya hak pemilih karena:
a. Tidak sempat datang ke tempat pemilihan atau malas
b. Tidak ada wakil yang sesuai kriteria pemilih
c. Sudah jenuh dengan pemilu yang tetap saja tidak menghasilkan sesuai harapan masyarakat.
Fenomena golput ini tentu saja meresahkan kalangan penguasa karena ini menyangkut legitimasi kekuasaan mereka, semakin tinggi angka golput menunjukkan semakin rendah legitimasi dan demokratisasi di daerah tersebut. Tak pelak, Megawati pun sampai "mengancam" bahwa orang yang golput tidak layak jadi WNI?
Kecaman Megawati bukannya mendapatkan simpati, malah menjadi blunder bagaimana sempit dan dangkalnya pengetahuan politik Megawati. Bukankah memilih dalam pemilu adalah hak? semua orang berhak menggunakan hak pilih tersebut atau tidak.
Perseteruan PKB antara dedengkotnya yaitu Gus Dur dan Muhaimin pun menyeret kepada isu golput juga. Gus Dur mengancam akan menyerukan golput dan "yakin" bahwa jika ia dihambat dalam pemilu nasional, peserta golput bisa mencapai 70%. Walaupun kita akan berpikir tingginya golput bukan karena seruan Gus Dur.
Masyarakat Indonesia dengan segala kesusahan dan kemelaratan yang dirasakan semakin menambah kecerdasan berpolitik. Siapapun tahu bagaimana kualitas wakil rakyat mereka yang duduk di DPR atau DPRD yang dipilih melalui Pemilu. Dan masyarakatpun semakin tahu bagaimana kualitas presiden mereka dalam menaikkan BBM sampai 3 kali dan melampaui daya beli rakyat.
Golput, walaupun menurut sebagian pengamat bukan pilihan terbaik, namun bagi masyarkat adalah bentuk protes keras dengan silent choice. kekecewaan masyarakat salah satunya adalah ketidak pedulian mereka terhadap proses demokrasi yang digadang-gadang di negeri ini. Ternyata, demokrasi tidaklah berjalan lurus dengan nilai kesejahteraan masyarakat. Untuk meraih kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidaklah harus dengan demokrasi, malah realita membuktikan semakin demokratis negeri n semakin jatuh kepada dasar jurang kenestapaan. Mungkin kit amalu terhadap negar Brunei yang tidak mengenal demokrasi malah bisa mensejahterakan rakyatnya, atau di Arab Saudi dengan sitem kerajaannya yang kaya dengan minyak, rakyatnya pun tidak sengasara sebagaiman di Indonesia.
Apakah salah jika golput jadi alternatif protes masyarakat dengan menarik "kepercayaan" kepada para wakilnya?
Golput adalah sebuah pilihan dan hak setiap orang, tidak dibenarkan mengintimidasi atau mengancam setiap WNI untuk mengunakan atau tidak setiap haknya.Prediksi pemilu 2009, golput masih aka menjadi pemenangnya.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!