How to succeed? sebuah pertanyaan yang pasti tiap orang butuh jawabannya. Siapa yang tidak ingin sukses? siapa yang ingin gagal? tentu saja fitrah manusia ingin terus maju dan berkembang hingga tak mampu lagi berbuat apa-apa alias mati.
Sayangnya, tak banyak yang mengerti arti kesuksesan bagi dirinya sehingga menjalani kehidupan mengalir bagai air, ikut alur yang lebih rendah. Hidup tanpa tujuan, sungguh tidak seru!
Sukses itu jika sudah hidup mapan punya rumah, kendaraan, keluarga lengkap (pasangan plus anak), karir cemerlang. Sukses juga ada yang mengartikan bisa lulus kuliah dengan sangat memuaskan. Sukses adalah ketika lamaran diterima, dan masih banyak arti kesuksesan bagi tiap-tiap orang.
Alkisah, seorang teman pernah bertanya mengapa diriku yang kerjanya hampir sepuluh tahun tapi belum punya rumah dan mobil? dengan sigap saya menjawab "meski belum punya itu semua, tapi saya ga punya hutang di bank!".
Hmm, ada perbedaan definisi sukses antara diriku dengan teman tersebut. Baginya, keluarga, rumah dan mobil atau ukuran dunia lain menjadi ukuran kesuksesan. Dia memang baru beberapa tahun bekerja dan menikah tapi sudah punya itu semua, dan tentu saja tagihan dari bank.
Bagiku, arti kesuksesan adalah apa yg kutargetkan (goal) dan kuinginkan menjadi kenyataan. Dari pertanyaan temanku baru tersadar, ternyata apa yang dia tanyakan belum pernah menjadi goals/targetku. Sebagai pengembara, bahkan aku sampai sekarang belum yakin untuk menetap di tempat yg sekarang.
Kerjaku sekarang adalah batu loncatan untuk mengejar apa yang kucita-citakan yaitu mengejar ilmu hingga setingg-tingginya (termasuk titel gelar kesarjanaan). Awalnya, tak terbesit untuk bisa kuliah di luar negeri. Allah mentakdirkan diriku bertemu dengan seorang atasan lulusan Jepang. Dari situlah, aku meyakinkan diriku bahwa aku pasti bisa jika mau. Kemauan dulu baru kemampuan!
Alhamdulillah, sekarang sudah bisa menyandang titel Master of Economics dari Universitas negeri di Jepang. Tak banyak teman yang tahu pengorbanan dan penderitaanku dalam mengejar impian tersebut. Jika boleh kusarikan beberapa hal yang kulakukan untuk mencapainya:
1. Yakin bahwa aku bisa meraih targetku
Targetku adalah kuliah di luar negeri khususnya di Jepang. Bisa bayangkan dengan kondisi kemapuan bahasa Inggris yang sangat minim, skor toefl saat itu tak sampai 500. Punya trauma dengan bahasa Inggri karena beberapa kali mendapai guru dan dosen yang tidak menyenangkan. Maka dengan keyakinan inilah modal awalku untuk mencari cara bagaimana agar kemampuan bahasa inggrisku meningkat hingga melamui 550. Sungguh menderita!
2. Membuat perencanaan dan menangkap peluang
Aku mulai membuat perencanaan apa saja yang harus dilakukan utuk memenuhi sebab-sebab (kausalitas) agar bisa kuliah. Aku mulai membuat target test toefl dan up grade kemampuan bahasa Inggris, mencari beasiswa dan apply. Semua perencanaan yang teratur kulakukan dengan komitmen yang tinggidemi meraih aa yang kuinginkan. Mungkin ini yang disebut dengan kemampuan otak kiri yaitu merencanakan secara teratur.
Tak cukup dengan otak kiri, otak kanan pun tak tinggal diam. Dinamisasi dan keacakan metode otak kanan untuk menangung resiko, setiap ada peluang sekecil apapun pasti kukejar hingga benar-benar ada jawaban bahwa memang aku belum layak. Dari kegagalan karena "bonek" otak kanan inilah, kemampuan capaian perencanaan yang tersusun dari otak kiriku melejit melebihi batas waktu yang direncanakan. Hal ini karena akselerasi yang dilakukan oleh otak kanan. Skor toeflku tetap tak beranjak dibawah 500. Gagal pertamaku adalah tak mampu meningkatkan skor toefl meski aku sudah merencanakan secara teratur untuk belajar bahasa inggris dengan waktu yang singkat. Perpaduan cara kerja otak kiri dan otak kanan lalu dilakuka dalam bentuk action, hasilnya sungguh dahsyat!.
Akhirnya dengan modal skor toefl dibawah 500 aku bisa mendapatkan sponsor beasiswa yang membiayai ke Jepang dengan syarat ikut les intensif bahasa inggris agar skorku meningkat. Luar biasa!
3. Bersyukur
Dari target kesuksesan yang kutetapkan dan segala hal yang kulakuan untuk mencapainya, ternyata kegagalan demi kegagalan dalam proses meraih apa yang kuinginkan bukanlah suatu yang sia-sia. Kegagalan tersebut adalah hambatan dan ujian kesabaran terhadap keyakinanku. Perlu diingat bahwa sedikit keraguan yang kita buat maka itu adalah tiket kegagalan. Sebagai orang yang beriman tak kan surut atau berhenti untuk meraih apa yang telah diyakininya meski banyak yang mencibir dan mencaci. Masih kuingat ketika awal-awal mengutarakan niatku bersekolah lagi dan mencari beasiswa ada yang komentar "Sudahlah kerja dulu yang bener, ga usah muluk-muluk". Kunci dari bersyukur bahwa apa yang telah kita usahakan entah itu hasilnya sukses atau gagal, kita mengusahakannya dengan cara yang elegan yaitu sesuai dengan aturan-Nya.
Kembali ke kisah temanku yang sukses nya mempunyai rumah, mobil, dan barang mewah lainnya. Bagiku, standar kesuksesannya bukan standarku karena dia memperolehnya tidak dengan aturan-Nya, pinjam bank dengan bunga bank yang bisa mencekiknya.
Ya saya ingin kaya, baik kaya hati maupun materi, tapi dengan cara yang elegan yaitu sesuai aturan-Nya. Untuk membuktikan ceritaku kembali dan proses-proses yang telah kulalui maka sejak tulisan ini dibuat, kuliah S3 menjadi prioritas kesuksesan berikutnya. So, ditunggu kelanjutannya apakah bisa benar-benar tercapai atau ada cerita lain yang lebih seru dalam hidup ini.
Aku yakin ku pasti bisa.
Jakarta, 18 Agustus 2014
Sayangnya, tak banyak yang mengerti arti kesuksesan bagi dirinya sehingga menjalani kehidupan mengalir bagai air, ikut alur yang lebih rendah. Hidup tanpa tujuan, sungguh tidak seru!
Sukses itu jika sudah hidup mapan punya rumah, kendaraan, keluarga lengkap (pasangan plus anak), karir cemerlang. Sukses juga ada yang mengartikan bisa lulus kuliah dengan sangat memuaskan. Sukses adalah ketika lamaran diterima, dan masih banyak arti kesuksesan bagi tiap-tiap orang.
Alkisah, seorang teman pernah bertanya mengapa diriku yang kerjanya hampir sepuluh tahun tapi belum punya rumah dan mobil? dengan sigap saya menjawab "meski belum punya itu semua, tapi saya ga punya hutang di bank!".
Hmm, ada perbedaan definisi sukses antara diriku dengan teman tersebut. Baginya, keluarga, rumah dan mobil atau ukuran dunia lain menjadi ukuran kesuksesan. Dia memang baru beberapa tahun bekerja dan menikah tapi sudah punya itu semua, dan tentu saja tagihan dari bank.
Bagiku, arti kesuksesan adalah apa yg kutargetkan (goal) dan kuinginkan menjadi kenyataan. Dari pertanyaan temanku baru tersadar, ternyata apa yang dia tanyakan belum pernah menjadi goals/targetku. Sebagai pengembara, bahkan aku sampai sekarang belum yakin untuk menetap di tempat yg sekarang.
Kerjaku sekarang adalah batu loncatan untuk mengejar apa yang kucita-citakan yaitu mengejar ilmu hingga setingg-tingginya (termasuk titel gelar kesarjanaan). Awalnya, tak terbesit untuk bisa kuliah di luar negeri. Allah mentakdirkan diriku bertemu dengan seorang atasan lulusan Jepang. Dari situlah, aku meyakinkan diriku bahwa aku pasti bisa jika mau. Kemauan dulu baru kemampuan!
Alhamdulillah, sekarang sudah bisa menyandang titel Master of Economics dari Universitas negeri di Jepang. Tak banyak teman yang tahu pengorbanan dan penderitaanku dalam mengejar impian tersebut. Jika boleh kusarikan beberapa hal yang kulakukan untuk mencapainya:
1. Yakin bahwa aku bisa meraih targetku
Targetku adalah kuliah di luar negeri khususnya di Jepang. Bisa bayangkan dengan kondisi kemapuan bahasa Inggris yang sangat minim, skor toefl saat itu tak sampai 500. Punya trauma dengan bahasa Inggri karena beberapa kali mendapai guru dan dosen yang tidak menyenangkan. Maka dengan keyakinan inilah modal awalku untuk mencari cara bagaimana agar kemampuan bahasa inggrisku meningkat hingga melamui 550. Sungguh menderita!
2. Membuat perencanaan dan menangkap peluang
Aku mulai membuat perencanaan apa saja yang harus dilakukan utuk memenuhi sebab-sebab (kausalitas) agar bisa kuliah. Aku mulai membuat target test toefl dan up grade kemampuan bahasa Inggris, mencari beasiswa dan apply. Semua perencanaan yang teratur kulakukan dengan komitmen yang tinggidemi meraih aa yang kuinginkan. Mungkin ini yang disebut dengan kemampuan otak kiri yaitu merencanakan secara teratur.
Tak cukup dengan otak kiri, otak kanan pun tak tinggal diam. Dinamisasi dan keacakan metode otak kanan untuk menangung resiko, setiap ada peluang sekecil apapun pasti kukejar hingga benar-benar ada jawaban bahwa memang aku belum layak. Dari kegagalan karena "bonek" otak kanan inilah, kemampuan capaian perencanaan yang tersusun dari otak kiriku melejit melebihi batas waktu yang direncanakan. Hal ini karena akselerasi yang dilakukan oleh otak kanan. Skor toeflku tetap tak beranjak dibawah 500. Gagal pertamaku adalah tak mampu meningkatkan skor toefl meski aku sudah merencanakan secara teratur untuk belajar bahasa inggris dengan waktu yang singkat. Perpaduan cara kerja otak kiri dan otak kanan lalu dilakuka dalam bentuk action, hasilnya sungguh dahsyat!.
Akhirnya dengan modal skor toefl dibawah 500 aku bisa mendapatkan sponsor beasiswa yang membiayai ke Jepang dengan syarat ikut les intensif bahasa inggris agar skorku meningkat. Luar biasa!
3. Bersyukur
Dari target kesuksesan yang kutetapkan dan segala hal yang kulakuan untuk mencapainya, ternyata kegagalan demi kegagalan dalam proses meraih apa yang kuinginkan bukanlah suatu yang sia-sia. Kegagalan tersebut adalah hambatan dan ujian kesabaran terhadap keyakinanku. Perlu diingat bahwa sedikit keraguan yang kita buat maka itu adalah tiket kegagalan. Sebagai orang yang beriman tak kan surut atau berhenti untuk meraih apa yang telah diyakininya meski banyak yang mencibir dan mencaci. Masih kuingat ketika awal-awal mengutarakan niatku bersekolah lagi dan mencari beasiswa ada yang komentar "Sudahlah kerja dulu yang bener, ga usah muluk-muluk". Kunci dari bersyukur bahwa apa yang telah kita usahakan entah itu hasilnya sukses atau gagal, kita mengusahakannya dengan cara yang elegan yaitu sesuai dengan aturan-Nya.
Kembali ke kisah temanku yang sukses nya mempunyai rumah, mobil, dan barang mewah lainnya. Bagiku, standar kesuksesannya bukan standarku karena dia memperolehnya tidak dengan aturan-Nya, pinjam bank dengan bunga bank yang bisa mencekiknya.
Ya saya ingin kaya, baik kaya hati maupun materi, tapi dengan cara yang elegan yaitu sesuai aturan-Nya. Untuk membuktikan ceritaku kembali dan proses-proses yang telah kulalui maka sejak tulisan ini dibuat, kuliah S3 menjadi prioritas kesuksesan berikutnya. So, ditunggu kelanjutannya apakah bisa benar-benar tercapai atau ada cerita lain yang lebih seru dalam hidup ini.
Aku yakin ku pasti bisa.
Jakarta, 18 Agustus 2014
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!