Jakarta - Sebagai penganut sistem demokrasi Indonesia baru saja melakukan "ritual" demokrasi yaitu pemilu legislatif. Hasil sementara bisa di baca di http://pemilu.detiknews.com/jumlahsuara.
Pemilu kali ini menempatkan 5 besar partai yang memperoleh suara terbanyak yaitu Partai Demokrat memperoleh 20, 58% suara diikuti Golkar 14,59% suara, PDIP 14,06%, PKS 8,2% suara, dan PAN 6,28% suara. Dengan hasil seperti ini bisa dilihat bahwa pemilu kali ini tidak akan membawa perubahan. Hasil tersebut mengokohkan partai pemerintah dan yang mendukungnya.
Hingar bingar pemilu yang diikuti oleh 44 partai politik telah menghabiskan triliunan rupiah dalam masa kampanyenya. Baik untuk iklan di media maupun kampanye secara langsung dengan pernak-pernik kampanye. Belum usai penghitungan hasil suara pemilu ditengarai pemilu 2009 ini adalah terburuk sepanjang sejarah.
Bahkan, diprediksi oleh pengamat politik, pemilu 2009 ini akan menghasilkan 'political damage' (kehancuran politik) bagi Indonesia. Tingginya angka golput (golongan putih) yang mencapai 45% dari jumlah pemilih, banyaknya kecurangan dan daftar pemilih tetap yang tidak akurat mengindikasikan bahwa sistem pemilu 2009 ini amburadul. Wajarlah jika banyak kalangan mengatakan Pemilu 2009 ini tidak akan menghasilkan legitimasi politik yang kuat.
Terlepas dari semua masalah pemilu tersebut pesta demokrasi di Indonesia terlaksana juga untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat. Akan dilanjutkan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.
Di Indonesia saat ini terdapat 10,24 juta rakyat menganggur dan 33 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. Kekayaan alam Indonesia seperti migas Indonesia telah dikuasai asing hingga 90%. APBN diperoleh dari 75% dari pajak, 20% dari kekayaan alam, dan 5% dari perdagangan.
Dengan kondisi sistem yang demikian mungkinkah rakyat Indonesia akan berubah? Masihkah bisa berharap dengan wakil-wakil yang dihasilkan dari partai-partai yang ada sekarang ini untuk melakukan pengelolaan kekayaan rakyat dengan benar dan berhenti "memalak" rakyat dengan pajak?
Jika kita melihat dan mendengar dari pokok pembahasan semua partai adalah perolehan kursi dan jabatan. Meskipun kita tidak boleh pesimis namun melihat sepak terjang para politikus kita semua berprihatin karena tidak ada satu pun yang tulus membela dan mengurus masalah rakyat. Mereka malah disibukkan oleh koalisi-koalisi partai untuk memperoleh kemenangan dan kekuasaan.
Tingginya angka golput tidak terlepas dari mulai menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik dan caleg-calegnya. Selama sistem Demokrasi Liberal yang diterapkan di Indonesia maka keruwetan dan kesengsaraan sepertinya tidak akan pernah menjauh dari kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan yang didengung-dengungkan dan dijanjikan sebelum pemilu seolah menjadi hujan di kemarau yang panjang yang segera sirna setelah partai politik dan caleg-calegnya berkuasa.
Janji itu pun tak pernah terlaksana dan terlupakan. Masihkan layak kita berharap kepada mereka? Kita bukan hanya membutuhkan orang-orang baru yang memimpin Indonesia. Tetapi, juga sistem baru yang bisa menghantarkan ke gerbang kedamaian dan kesejahteraan.
Indonesia membutuhkan orang-orang baru yang berani memimpin bangsa ini untuk mandiri dan terlepas dari penjajahan asing di bidang ekonomi, politik, dan budaya. Dan bangsa ini membutuhkan sistem yang kuat yang bisa menggantikan aturan-aturan liberal yang telah terbukti menyengsarakan.
Menguatnya tuntutan ummat Islam terhadap pemberlakuan syariat Islam bisa menjadi alternatif terbaik yang patut dicoba dan diperjuangkan. Syariat Islam yang selama berdirinya negara Indonesia telah menjadi tuntutan ummat Islam adalah alternatif satu-satunya untuk menyelamatkan bangsa ini agar menjadi mayarakat yang beradab dan terhormat.
Syariat Islam menjamin hak-hak rakyat dan pengelolaan kekayaan negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Syariat Islam adalah jalan baru untuk perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Sumber : Suarapembaca.detik.com
Pemilu kali ini menempatkan 5 besar partai yang memperoleh suara terbanyak yaitu Partai Demokrat memperoleh 20, 58% suara diikuti Golkar 14,59% suara, PDIP 14,06%, PKS 8,2% suara, dan PAN 6,28% suara. Dengan hasil seperti ini bisa dilihat bahwa pemilu kali ini tidak akan membawa perubahan. Hasil tersebut mengokohkan partai pemerintah dan yang mendukungnya.
Hingar bingar pemilu yang diikuti oleh 44 partai politik telah menghabiskan triliunan rupiah dalam masa kampanyenya. Baik untuk iklan di media maupun kampanye secara langsung dengan pernak-pernik kampanye. Belum usai penghitungan hasil suara pemilu ditengarai pemilu 2009 ini adalah terburuk sepanjang sejarah.
Bahkan, diprediksi oleh pengamat politik, pemilu 2009 ini akan menghasilkan 'political damage' (kehancuran politik) bagi Indonesia. Tingginya angka golput (golongan putih) yang mencapai 45% dari jumlah pemilih, banyaknya kecurangan dan daftar pemilih tetap yang tidak akurat mengindikasikan bahwa sistem pemilu 2009 ini amburadul. Wajarlah jika banyak kalangan mengatakan Pemilu 2009 ini tidak akan menghasilkan legitimasi politik yang kuat.
Terlepas dari semua masalah pemilu tersebut pesta demokrasi di Indonesia terlaksana juga untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat. Akan dilanjutkan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.
Di Indonesia saat ini terdapat 10,24 juta rakyat menganggur dan 33 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. Kekayaan alam Indonesia seperti migas Indonesia telah dikuasai asing hingga 90%. APBN diperoleh dari 75% dari pajak, 20% dari kekayaan alam, dan 5% dari perdagangan.
Dengan kondisi sistem yang demikian mungkinkah rakyat Indonesia akan berubah? Masihkah bisa berharap dengan wakil-wakil yang dihasilkan dari partai-partai yang ada sekarang ini untuk melakukan pengelolaan kekayaan rakyat dengan benar dan berhenti "memalak" rakyat dengan pajak?
Jika kita melihat dan mendengar dari pokok pembahasan semua partai adalah perolehan kursi dan jabatan. Meskipun kita tidak boleh pesimis namun melihat sepak terjang para politikus kita semua berprihatin karena tidak ada satu pun yang tulus membela dan mengurus masalah rakyat. Mereka malah disibukkan oleh koalisi-koalisi partai untuk memperoleh kemenangan dan kekuasaan.
Tingginya angka golput tidak terlepas dari mulai menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik dan caleg-calegnya. Selama sistem Demokrasi Liberal yang diterapkan di Indonesia maka keruwetan dan kesengsaraan sepertinya tidak akan pernah menjauh dari kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan yang didengung-dengungkan dan dijanjikan sebelum pemilu seolah menjadi hujan di kemarau yang panjang yang segera sirna setelah partai politik dan caleg-calegnya berkuasa.
Janji itu pun tak pernah terlaksana dan terlupakan. Masihkan layak kita berharap kepada mereka? Kita bukan hanya membutuhkan orang-orang baru yang memimpin Indonesia. Tetapi, juga sistem baru yang bisa menghantarkan ke gerbang kedamaian dan kesejahteraan.
Indonesia membutuhkan orang-orang baru yang berani memimpin bangsa ini untuk mandiri dan terlepas dari penjajahan asing di bidang ekonomi, politik, dan budaya. Dan bangsa ini membutuhkan sistem yang kuat yang bisa menggantikan aturan-aturan liberal yang telah terbukti menyengsarakan.
Menguatnya tuntutan ummat Islam terhadap pemberlakuan syariat Islam bisa menjadi alternatif terbaik yang patut dicoba dan diperjuangkan. Syariat Islam yang selama berdirinya negara Indonesia telah menjadi tuntutan ummat Islam adalah alternatif satu-satunya untuk menyelamatkan bangsa ini agar menjadi mayarakat yang beradab dan terhormat.
Syariat Islam menjamin hak-hak rakyat dan pengelolaan kekayaan negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Syariat Islam adalah jalan baru untuk perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Sumber : Suarapembaca.detik.com
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!