Survey ke Petani
Dengan 2 lembar pertanyaan kuisioner, saya pikir akan cepat mendapatkan sampel. Kunjungan ke malang, sejatinya dalam rangka survey ke petani. Dengan ditemani sahabatku, arif, saya segera mencari beberapa petani untuk dimintai jawaban dalam setiap pertanyaan di kuisioner.
Survey saya mulai sore hari, ketika para petani sudah selesai istrihatnya. Otomatis, saya harus ke rumah-rumah petani. Dalam menjawab kuisioner yang saya ajukan sebenarnya dalam waktu 10 menit saja sudah selesai. Yang membuat lama adalah minuman yang dikeluarkan oleh tuan rumah. Setiap singgah rumah, maka saya harus siap minum kopi atau teh. Jika berkunjung ke 10 rumah, ya bisa dapat 10 minuman. Inilah yang diluar dugaanku.
Terlepas itu semua, kehidupan di pedesaan masih terasa penghormatan dan ramah tamahnya terhadap orang lain. Yang mungkin sudah jarang kita rasakan ketika hidup di kota.
Petani, rata-rata mengeluhkan dua hal yaitu:
1. Masalah budidayanya dengan kelangkaan pupuk karena menghilang dari peredaran
2. Jaminan pasar terhadap setiap produknya
Adanya perusahaan-perusahaan swasta yang bermitra dengan petani, sangat membantu dan memberikan keuntungan yaitu terjaminnya pasar. Walaupun menurutku yang lebih untung jelas perusahaan karena produk yang dibeli dari petani adalah barang perusahaan seperti benih yang akan dijual kembali kepada petani.
"Kemana pemerintah?" kata sebagian mereka kepadaku.
"Apa sulitnya pemerintah membuat program sebagaiman swasta dengan menjamin pasar baik untuk dalam dan luar negeri, kemudian tinggal koordinir petani untuk menanam sesuai kebutuhan yang telah ditetapkan. Toh, petani pasti mau asalkan dibimbing dan dibina".Kata H. Toha, salas seorang petani yang kutemui, lulusan D3 pertanian dengan luasan garapan 5 hektar milik sendiri.
Inovasi apapun, sebenarnya akan mudah diterima oleh petani asalkan benar-benar dibimbing dan diarahkan. Adanya kelompok tani memang sangat membantu untuk mensosialisasikan dan mengendalikan petani. Karakter petani kita, memang rata-rata masih banyak yang berpendidikan rendah. Nah, ketua kelompok taninyalah yang biasanya paling pinter, dihormati dan nyambung jika diajak ngomong masalah-masalah pertanian atau inovasi yang terbaru.
Survey selesai sampai jam 9 malam, itupun sebenarnya masih ada petani yang bersedia untuk kusurvey. Mengingat perjalanan yang cukup melelahakan maka kuakhiri saja survey hari itu.
Hari kedua, kucoba ikut ke sawah untuk langsung ketemu dengan petani di sawah. Namun, lebih susah, karena mereka sibuk dengan pekerjaan sawahnya. Sehingga petani yang kuemui tidak sebanyak pada hari pertama.
Dari survey ini, saya bisa merasakan bagaimana ketidakmerataan di dalam distribusi informasi dan lain sebagainya. diantara petani pun perbedaan sangat mencolok. Petani yang dekat dengan penyuluh, dinas dan perusahaan, merka lebih open mind dan "pinter" cari uang atau untung. sedangkan petani yang lebih pasif dan hanya mengandalakan tetangga mengenai informasi dan lainsebaginya, ketika kutanya kendala atau keluhan, mereka pun bingung harus jawab apa, bahkan kadang ga nyambung.
Menghadapi permasalahan pupuk memang agak kompleks karena mekanisme subsidi dan pendistribusian bukan melalui Departemen Pertanian melainkan departemen Perdagangan. Deptan hanyalah memberikan data dan surat berhak memperoleh pupuk subsidi. sedangkan yang menyediakan barang pihak Departemen Perdagangan.
Di lapang, "permainan" para pedagang "hitam" sering menyengsarakan. walaupun kita semua tahu bahwa tentu ada oknum aparat juga yang "bermain". Tentu tidak mudah mengalihkan barang yang berton-ton dan tiba-tiba menghilang. Kasus yang sering dijumpai adalah banyaknya agen pedagang yang menjual pupuknya ke pihak perkebunan yang secara kebijakan pemerintah tidak berhak mendapat subsidi pupuk.
Ada juga yang "bermain" dengan menimbun di tempat tertentu hingga harga naik baru dikeluarkan.
Menimbun barang adalah masalah yang harus ditangani. Distro pupuk sehrusnya adalah aparat negara yang amanah yang cinta rakyat dan tidak semena-mena memainkan harga dengan membuat langkanya barang. Mekanisme penyabaran pupuk sebanarnya telah jelas, jika kita mau menelusuri hilangnya barang tetntu akan mudah sekali melacaknya. Anehnya, kelangkaan terus terjadi dan pemerintah masih berdiam diri tidak mau merubah pendistribusiannya terutama Departemen Perdagangan yang keranjingan sistem liberal.
Semoga, kedepan ada solusi tuntas terhadap masalah ini. Jika aparat negara saja sudah tidak bisa dipercaya. Lalu, kepada siapa rakyat ini menyerahkan urusannya???
Dengan 2 lembar pertanyaan kuisioner, saya pikir akan cepat mendapatkan sampel. Kunjungan ke malang, sejatinya dalam rangka survey ke petani. Dengan ditemani sahabatku, arif, saya segera mencari beberapa petani untuk dimintai jawaban dalam setiap pertanyaan di kuisioner.
Survey saya mulai sore hari, ketika para petani sudah selesai istrihatnya. Otomatis, saya harus ke rumah-rumah petani. Dalam menjawab kuisioner yang saya ajukan sebenarnya dalam waktu 10 menit saja sudah selesai. Yang membuat lama adalah minuman yang dikeluarkan oleh tuan rumah. Setiap singgah rumah, maka saya harus siap minum kopi atau teh. Jika berkunjung ke 10 rumah, ya bisa dapat 10 minuman. Inilah yang diluar dugaanku.
Terlepas itu semua, kehidupan di pedesaan masih terasa penghormatan dan ramah tamahnya terhadap orang lain. Yang mungkin sudah jarang kita rasakan ketika hidup di kota.
Petani, rata-rata mengeluhkan dua hal yaitu:
1. Masalah budidayanya dengan kelangkaan pupuk karena menghilang dari peredaran
2. Jaminan pasar terhadap setiap produknya
Adanya perusahaan-perusahaan swasta yang bermitra dengan petani, sangat membantu dan memberikan keuntungan yaitu terjaminnya pasar. Walaupun menurutku yang lebih untung jelas perusahaan karena produk yang dibeli dari petani adalah barang perusahaan seperti benih yang akan dijual kembali kepada petani.
"Kemana pemerintah?" kata sebagian mereka kepadaku.
"Apa sulitnya pemerintah membuat program sebagaiman swasta dengan menjamin pasar baik untuk dalam dan luar negeri, kemudian tinggal koordinir petani untuk menanam sesuai kebutuhan yang telah ditetapkan. Toh, petani pasti mau asalkan dibimbing dan dibina".Kata H. Toha, salas seorang petani yang kutemui, lulusan D3 pertanian dengan luasan garapan 5 hektar milik sendiri.
Inovasi apapun, sebenarnya akan mudah diterima oleh petani asalkan benar-benar dibimbing dan diarahkan. Adanya kelompok tani memang sangat membantu untuk mensosialisasikan dan mengendalikan petani. Karakter petani kita, memang rata-rata masih banyak yang berpendidikan rendah. Nah, ketua kelompok taninyalah yang biasanya paling pinter, dihormati dan nyambung jika diajak ngomong masalah-masalah pertanian atau inovasi yang terbaru.
Survey selesai sampai jam 9 malam, itupun sebenarnya masih ada petani yang bersedia untuk kusurvey. Mengingat perjalanan yang cukup melelahakan maka kuakhiri saja survey hari itu.
Hari kedua, kucoba ikut ke sawah untuk langsung ketemu dengan petani di sawah. Namun, lebih susah, karena mereka sibuk dengan pekerjaan sawahnya. Sehingga petani yang kuemui tidak sebanyak pada hari pertama.
Dari survey ini, saya bisa merasakan bagaimana ketidakmerataan di dalam distribusi informasi dan lain sebagainya. diantara petani pun perbedaan sangat mencolok. Petani yang dekat dengan penyuluh, dinas dan perusahaan, merka lebih open mind dan "pinter" cari uang atau untung. sedangkan petani yang lebih pasif dan hanya mengandalakan tetangga mengenai informasi dan lainsebaginya, ketika kutanya kendala atau keluhan, mereka pun bingung harus jawab apa, bahkan kadang ga nyambung.
Menghadapi permasalahan pupuk memang agak kompleks karena mekanisme subsidi dan pendistribusian bukan melalui Departemen Pertanian melainkan departemen Perdagangan. Deptan hanyalah memberikan data dan surat berhak memperoleh pupuk subsidi. sedangkan yang menyediakan barang pihak Departemen Perdagangan.
Di lapang, "permainan" para pedagang "hitam" sering menyengsarakan. walaupun kita semua tahu bahwa tentu ada oknum aparat juga yang "bermain". Tentu tidak mudah mengalihkan barang yang berton-ton dan tiba-tiba menghilang. Kasus yang sering dijumpai adalah banyaknya agen pedagang yang menjual pupuknya ke pihak perkebunan yang secara kebijakan pemerintah tidak berhak mendapat subsidi pupuk.
Ada juga yang "bermain" dengan menimbun di tempat tertentu hingga harga naik baru dikeluarkan.
Menimbun barang adalah masalah yang harus ditangani. Distro pupuk sehrusnya adalah aparat negara yang amanah yang cinta rakyat dan tidak semena-mena memainkan harga dengan membuat langkanya barang. Mekanisme penyabaran pupuk sebanarnya telah jelas, jika kita mau menelusuri hilangnya barang tetntu akan mudah sekali melacaknya. Anehnya, kelangkaan terus terjadi dan pemerintah masih berdiam diri tidak mau merubah pendistribusiannya terutama Departemen Perdagangan yang keranjingan sistem liberal.
Semoga, kedepan ada solusi tuntas terhadap masalah ini. Jika aparat negara saja sudah tidak bisa dipercaya. Lalu, kepada siapa rakyat ini menyerahkan urusannya???
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!