Pernahkah anda merasa pesimis dan pasrah terhadap kondisi yang menerpa?. Pernahkah anda kesal terhadap diri anda yang seolah tak bergerak kemana-mana karena menjalani kegiatan yang monoton?. Pernahkah anda mendapatkan kawan yang selalu menanamkan pikiran pesimis bahwa kondisi tak kan bisa berubah, tak perlu bersusah payah merubahnya cukup mengambil kesempatan keuntungan terhadap kondisi tersebut?. Dan anda pun menyimpulkan, jalani saja hidup ini tak perlu bersusah berpikir yang berat, semua sudah ditentukan, yang penting kita happy. Itulah pemikiran dan cara berpikir orang-orang yang terjebak pada zona nyaman, takut perubahan dan tidak siap berubah. Padahal, perubahan adalah sesuatu yang tak terhindarkan, tinggal kita mau menjadi subyek perubahan atau korban dari keadaan.
Untuk merubah diri dan orang lain dimulai dari pemikiran atau pemahaman. Seseorang yang berpikiran bahwa sumber kebahagiaan adalah kekayaan atau harta maka menjadikan hidup matinya untuk meraih kekayaan tersebut. Cinta dan bencinya ditentukan oleh harta dan seberapa keuntungan yang didapatkan dari setiap aksinya. Beda lagi dengan yang berpaham bahwa hidupnya untuk mencari kesenangan maka prinsipnya dipenuhi dengan hal-hal pemenuhan syahwat. Standar baik dan buruknya ditentukan oleh rasa senang dan bencinya. Padahal, belum tentu apa yang dibenci adalah sesuatu yang buruk, bisa jadi malah baik baginya. Egois menjadi karakternya, yang penting dirinya happy. Jangan pernah bersahabat dengan orang berpahaman seperti itu. Selama menguntungkan, ia kan berkawan. Selain hal itu, tak ada yang perlu dipertahankan.
Untuk memulai perubahan haruslah dari perubahan pemikiran. Ada dua poin krusial dalam pemikiran yaitu fakta dan informasi. Dahulu, pernah hidup seorang bernama Abu Lahab, penentang utama dakwah Rasulullah saw. Ketidaksukaannya terhadap dakwah Islam, membuatnya tak segan menebar informasi negatif bahkan hoax tentang diri Rasulullah dan dakwahnya. Setiap ada orang yang masuk ke Mekkah maka diberikan informasi agar tidak bertemu dengan Rasulullah dan tidak percaya terhadap apa yang dibawanya. Hoax yang disebarkan: Rasulullah seorang penyair, penyihir dan gila. Ada yang percaya, ada juga yang penasaran mencari kebenaran faktanya. Hoax (informasi bohong) tersebut langsung hilang ketika tidak sesuai dengan faktanya, maka orang-orang yang awalnya terhasut hoax berubah keyakinnya menjadi pembela.
Dari sekelumit cerita singkat diatas, perlu diperhatikan dalam membangun prinsip-prinsip agar bisa menjadi juara dalam kehidupan, diantaranya:
- Sikap sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan pemahaman. Apabila sikap anda selama ini selalu negatif maka bisa dipastikan anda pecinta informasi-informasi negatif dan melihat fakta hanya dari sisi buruknya (atau bahkan tak sesuai faktanya), penuh dengan praduga. Sang juara haruslah berkarakter pecinta ilmu dan kebenaran, selalu mencari validitas informasi hingga ke derajat meyakinkan.
- Percaya diri mengambil tindakan. Apabila anda ragu terhadap kemampuan diri, tentu saja akan berpengaruh terhadap aksi yang dilakukan. Sikap “saya tidak bisa” meskipun punya kemampuan hanya akan berbuah keengganan. Perlu diperhatikan bahwa jika kita yakin bahwa kita bisa melakukan maka akan mendorong usaha semaksimal mungkin.
- Apabila orang lain bisa, saya pun pasti bisa. Keberhasilan orang lain bisa menjadi contoh bahwa siapapun bisa meraihnya asal bersungguh-sungguh melakukan prosesnya, hanya masalah waktu.
- Selalu berpikiran positif (positif thinking). Salah satu cara membangun pikiran positif dengan memberikan penegasan positif dalam setiap kondisi. Misalnya, “saya terlalu tua untuk belajar” diubah menjadi “usia bukanlah masalah, lebih banyak pengalaman mempermudah dalam proses percepatan belajar”.
- Bersyukur dan tawakal berusaha. Potensi yang diberikan Sang Pencipta kepada manusia tentulah sama, tinggal kita meresponnya dengan fokus kepada optimalisasi kelebihan dan memperbaiki kelemahan. Tak perlu berkeluh kesah, cukuplah bersyukur dan bertekad penuh untuk berhasil dalam berusaha (tawakal).
Apabila ingin menjadi sang juara dalam kehidupan maka ubahlah pemahaman tentang kehidupan ini. Sesungguhnya, hidup didunia ini sementara. Hiduplah bagai musafir yang mengumpulkan perbekalan untuk kembali ke kampung halaman. Dunia harus diraih dengan ilmu, namun dunia bukanlah tujuan. Tujuan dari segala tujuan adalah meraih keridloan Dzat Maha Pengatur. Kesempatan sekali mengumpulkan bekal, jangan disia-siakan, buatlah rencana aksi hingga kita layak disebut Khoirunnas (sebaik-baiknya manusia). Itulah sang Juara.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!