Ketika mereka membutuhkan pupuk urea tiba-tiba sulit didapatkan. Terutama pupuk yang bersubsidi. Ditambah lagi tahun depan subsidi pupuk akan dikurangi dan menjadikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi naik sebesar 80%. Solusi yang ditawarkan kepada petani adalah peralihan pemakaian dari pupuk anorganik kepada pupuk organik. Atau setidaknya mulai mengurangi pemakaian pupuk anorganik.
Pemerintah juga akan menaikkan HPP atau harga pembelian pemerintah sebesar 15%. Cukupkah solusi tersebut untuk mengatasi masalah akibat dan efek kenaikan harga pupuk?
Belajar dari pengalaman dan yang sudah terjadi sejak zaman lalu permasalahan pupuk bukan terletak kepada jumlah produksi pupuk lag. Tetapi, lebih kepada distribusi pupuk untuk melayani kebutuhan petani.
Menurut Winarno Tohir, Ketua KTNA, sekitar 60% dari jumlah pupuk bersubsidi yang akan dipasok oleh distributor merembes ke sektor nonsubsidi. Bahkan, dijual ke luar wilayah penyaluran.
Senada dengan hal tersebut, Bustanul Arifin, Guru Besar Universitas Lampung, menyatakan bahwa ekspor pupuk memang dapat dibenarkan jika di luar musim tanam. Apalagi harga di luar negeri jauh lebih baik. Namun, kenyataanya hingga saat ini belum ada jaminan dari pemerintah bahwa petani di dalam negeri tidak akan kesulitan mendapatkan pupuk urea bersubsidi pada musim tanam.
Rendahnya pelayanan pemerintah terhadap kebutuhan petani sepertinya tidak akan pernah memberi harapan yang lebih untuk segera menyelesaikan permasalahan pertanian. Yang terjadi malah sebaliknya. Kebijakan yang dikeluarkan selalu "menakutkan" dan "merugikan" petani.
Permasalahan pupuk ini sebenarnya merupakan masalah yang sistemik yang bisa diselesaikan secara sistemik pula. Kemampuan produksi pupuk dalam negeri hingga berlimpah menunjukkan kemampuan produksi bukanlah masalah utama perpupukan. Namun, yang utama adalah penyediaan
pupuk hingga bisa dinikmati oleh semua petani.
Pemerintah semestinya membuat kebijakan untuk membuat biaya produksi pupuk serendah mungkin sehingga harga jual ke petani juga tidak mahal. Ini berkaitan juga dengan bahan baku dan gas untuk produksi pupuk. Pemerintah berarti harus mampau menyediakan bahan baku dan gas yang murah agar biaya produksi pupuk menjadi rendah.
Departemen perdagangan sebagai penanggung jawab distribusi pupuk juga perlu dibenahi. Pemberian hukuman yang setimpal bagi penyalah guna alur distribusi pupuk perlu diterapkan agar menjadi pembelajaran bagi yang lain. Hal ini berarti diperlukan kinerja penegak hukum yang anti suap dan senantiasa bersikap adil untuk menjaga masyarakatnya.
Sistem Kapitalis Liberal yang selama ini dijalankan pemerintah baik secara sadar maupun tidak telah terbukti gagal menyejahterakan masyarakat. Bahkan, melanggengkan penindasan dari kalangan kaya atau konglomerat yang minoritas kepada kalangan masyarakat kebanyakan. Pemerintah perlu mengubah orientasi kebijakannya yang selama ini pro Kapitalis.
Pemerintah adalah pelayan rakyat. Ia bagaikan pengembala yang akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap yang dikembalakan. Dengan mengubah orientasi tersebut maka akan terwujud pemerintahan yang baik yang akan mengeluarkan kebijakan agar gas dan bahan baku pupuk menjadi murah sehingga biaya produksi pun rendah. Dan, pemerintah akan menjadi penjamin ketersediaan setiap kebutuhan petani sehingga tidak mudah para "pengusaha hitam" mempermainkan distribusi pupuk yang berakibat langkanya pupuk di dalam negeri. Kesalahan akibat sistemik diperlukan perbaikan sistemik pula.
Tri Wahyu Cahyono
Jl Gotong Royong II
Ragunan Jakarta Selatan
salas_1n@yahoo.com
085649885503
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!