Skip to main content

16 Oktober = Hari Pangan Sedunia



Tanggal 16 Oktober merupakan tanggal berdirinya OrganisasiPangan dan Pertanian (FAO) atau dikenal pula dengan World Food Day (Hari Pangan Sedunia/HPS). Pada tahun 2009 ini,FAO Headquarters, telah menetapkan tema internasional yaitu :


HPS ke-29 Tahun 2009 diadakan di Komplek Wisata CandiPrambanan, D.I. Yogyakarta dan dibuka secara resmi oleh Bapak Menteri Pertanian RI. Tujuan memperingati HPS tahun ini adalah meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat internasional akan pentingnya penanganan masalah pangan baik di tingkat global, regional dan nasional serta memperkokoh solidaritas antar bangsa dalam usaha memberantas kekurangan pangan dan gizi yang masih dialami oleh sebagian penduduk dunia terutama di negara berkembang.
Adapun Tema Nasional HPS ke-29 Tahun 2009 adalah:
Memantapkan Ketahanan Pangan NasionalMengantisipasi Krisis Global”





Logo Nasional Hari Pangan Sedunia ke-29 tahun 2009:


Penjelasan Logo :
1. Bentuk Dasar
Gunungan wayang dalam lingkaran yang berisikan aneka pangan sebagai simbol Pola Pangan Harapan yang terdiri dari pangan sumber karbohidrat, protein, lemak/minyak, vitamin dan mineral.
2. Komponen Grafis
· Simbol produk pangan tanaman pangan (beras, jagung, ubi, dll), peternakan (telur, ayam, daging, sapi. dll), perikanan (ikan/air), buah dan sayuran
· Simbol kehutanan (pohon dan binatang)
· Simbol peran dan kerjasama yang kokoh antarapemerintah, masyarakat, dan dunia usaha (termasukpetani) untuk mewujudkan ketahanan pangan.


Bagimana Kondisi Petani dan Pertanian di Indonesia di HPS ke 29 ini?
”Dadi petani kuwi saiki kikrik. Ngurusi sing ora-ora, sing durung mesti ono gunane. Embuh...jamane saiki pancen wis bedho.”Demikian keluh kesah Suroso (76), petani salak warga Dusun Trumpon RT 04 RW 04, Kelurahan Merdikorejo, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (10/10).
Suroso mewakili gambaran sebagian besar petani Indonesia, yang memiliki lahan garapan kurang dari 0,5 hektar.

Petani seperti Suroso itulah yang kini harus berhadapan dengan isu-isu global. Seperti perdagangan bebas lengkap dengan beragam ”muslihat” yang dikembangkan negara-negara maju melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Menghadapi ”muslihat” itu, Suroso hanya bisa menerima. ”Yo... sing penting nandur sing apik. Payu kono ora payu yo kono.. (Ya, yang penting menanam dengan baik, laku dijual syukur, tidak laku ya tidak apa-apa),” kata Suroso, yang memiliki 1.500 rumpun salak.
Bagi Suroso, dan petani lainnya, hidup urusan Tuhan. Mereka meyakini kepasrahan akan mendatangkan berkah, termasuk keberhasilan berproduksi.
Ambisi negara maju
Direktur Mutu dan Standardisasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian Nyoman Oka Tridjaja menyatakan, strategi perdagangan terus berubah, mengikuti permintaan konsumen. Dan itu sering kali hanya memenuhi ambisi negara maju dalam menentukan pasar komoditas pertanian mereka.

Indonesia tak bisa hanya berdiam diri, menjadi bulan-bulanan negara maju dan jadi sasaran pasar buah murah.

Oleh karena itu, kata Nyoman Oka, Indonesia mengikuti pola yang sama, yakni menerapkan hambatan nontarif bagi setiap produk pangan asal tumbuhan impor yang masuk Indonesia.

Konsekuensinya, Indonesia harus memproduksi sendiri produk pangan dari tumbuhan berkualitas dan aman dikonsumsi. Ini agar Indonesia tak dicap sebagai negara yang mempraktikkan perdagangan pangan secara tidak adil.

GAP hanya bagian dari persyaratan sertifikasi. Ada standardisasi lain, seperti sistem pengolahan yang baik, sistem HACCP, sistem mutu ISO 22000, dan pangan organik.

Pemerintah mengadopsi GAP sebagai upaya melaksanakan sistem mutu dan standardisasi produk buah dan sayuran.

GAP adalah proses produksi berdasarkan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memenuhi aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan. Buah yang dihasilkan bermutu, aman dikonsumsi, aman bagi pekerja dan lingkungan.

Dengan perubahan kebijakan perdagangan dunia, nantinya hanya buah atau sayuran hasil dari petani yang telah diakreditasi oleh lembaga sertifikasi Otoritas Kompeten Keamanan Pangan yang bisa diekspor.

Petani memang bisa menjual komoditasnya di pasar lokal. Tetapi, lemahnya kontrol terhadap impor akan membuat pasar lokal menjadi target empuk serbuan buah dan sayuran impor, yang harganya relatif murah.

Dengan mengikuti pedoman Indo-GAP, petani harus melatih dirinya mendokumentasikan setiap kegiatan di lapangan.

Mencatat mulai dari kapan mengolah lahan, pemupukan dasar, memindahkan bibit, membagi petak, mengawinkan, memupuk, hingga memanen.

Tidak hanya itu, petani harus menjaga agar orang tidak sembarangan membuang kotoran di kebunnya. Tidak boleh masuk kebun kalau sedang sakit. Mengangkut hasil panen, memilah, semuanya sesuai standar.

”Ada 12 item yang harus dicatat setiap melakukan kegiatan. Ini agar mudah melacak bila konsumen negara maju mendapatkan hal yang tidak diinginkan saat makan salak kami,” kata Musrin, petani salak pondoh.

Meski rumit, para petani salak pondoh yang tergabung dalam Kelompok Duri Kencana mengikuti semua standar itu. Saat ini kebun-kebun mereka telah diregistrasi. Ini tampak dari pelat-pelat aluminium, penanda kapan pemilik kebun mengawinkan salaknya, memupuk, dan catatan lainnya.

Sayangnya, jerih payah petani itu belum mendapat penghargaan semestinya. Menurut Kepala Dinas Pertanian DI Yogyakarta Nanang Suwandi, harga salak pondok yang mengikuti prinsip GAP tidak jauh berbeda dengan yang dibudidayakan secara tradisional.

Konsumen lokal belum memiliki kesadaran tentang kualitas buah. Sementara pasar ekspor belum berkembang. Bahkan, ekspor salak ke China terhenti karena belum ada kesepakatan antara petani dan eksportir.

Persaingan pasar makin ketat. Untuk memenangkan pasar, petani tak bisa dibiarkan sendirian tertatih-tatih menghadapi perubahan. Petani butuh dukungan, dari birokrasi, politisi, maupun konsumen lokal. Jangan biarkan petani ”tenggelam” di pusaran arus globalisasi.


Sumber :









Comments

Popular posts from this blog

Tantangan Dakwah di Dunia Kerja

 Sekulerisme merupakan paham yang memisahkan agama (aturan Allah) dan kehidupan. Agama, khususnya Islam, aturannay dikebiri hanya dibolehkan dijalankan dalam urusan ibadah ritual, sedikit masalah malan minum (halal) dan pernikahan (nikah dan cerai), selebihnya dianggap urusan private yang tidak boleh dipaksakan untuk diterapkan di area publik. Tentu saja, kondisi negeri yang menerapkan paham sekuler akan membuat menderita bagi orang-orang beriman. Bayangkan sesuatu yang diayakini benar tetapi tidak boleh dialakukan dan harus tunduk kepada yang tidak diyakini meskipun itu salah. Contohnya, ribawi praktik perbankan, dengan sistem simpan pinjam dan investasinya. Bunga bank menjadi faktor utama dalam akad ribawai yang dilegalkan bahkan "wajib" dilaksanakan, dan semua warga tidak bisa menolak akad tersebut. Di negeri berkembang, atau dengan pendapatan yang rendah, para pekerja dengan gajinya yang terkategori minim, dipastikan tidak akan mampu membeli rumah, mobil atau barang sekun...

Aliran Sesat Satria Piningit Weteng Buwono

Pagi tadi, di salah satu stasiun TV di bahas tentang aliran sesat yang muncul ke permukaan yaitu aliran sesat Satria Piningit Weteng Buwono .Ternyata, markasnya di daerah Kebagusan Jakarta Selatan (dekat kantor kerjaku). Tidak dinyana, hari gini masih saja banyak yang percaya dengan ajaran-ajaran yang "nyleneh" alias ga masuk akal. Aliran ini dikabarkan memerintahkan SEKS BEBAS .Namun, salah satu eks pengikut aliran ini, Ricky Alamsyah membantah berita tersebut saat berbincang dengan mediaDia membantah bahwa aliran Satria Piningit ini mempraktekkan seks bebas sebagaimana diberitakan media massa. Yang ada, lanjutnya, pernah suatu waktu 13 orang pengikut diperintahkan untuk bugil bersama-sama. Kemudian, bagi pengikut yang sudah menikah disuruh untuk melakukan hubungan seks di situ disaksikan dengan pengikut lainnya. "Tapi, tidak ada tukar pasangan seperti yang diberitakan. Yang berhubungan badan, hanya pasangan suami istri saja," jelasnya.Namun, Ricky tidak menjela...

Suka Membaca

 Mengenaskan, literasi penduduk Indonesia cukup rendah. Hanya 1 orang dari 1000 orang yang suka baca. Pantas dan wajar jika dai pun kesulitan untuk mengajak ummat berpikir untuk bangkit dari keterpurukan. Membaca adalah ayat pertama yang dirunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Perintah ini seolah menjadi solusi awal dari masalah masyarakat yang jahiliah.  Begitupun rasanya jahiliah modern ini. Kemampuan dan kesukaan membaca sangatlah rendah sehingga mempersulit untuk mengajak dalam menyadari kondisi yang terpuruk dan segera bangkit. Mungkin, inilah solusi yang harus ditawarkan.  Membaca itu menjadi asyik jika merasa butuh. Membaca bukan hanya untuk membaca, namun ada target lebih mengapa harus suka membaca. Menulis misalnya merupakan skill yang tidak boleh tidak kudu suka membaca agar tulisannya berbobot dan kaya ide.  Menjadi pembicara juga akan menyenangkan untuk didengarkan jika apa yang dibicarakan banyak isi (daging semua), yang bisa diperoleh dengan membaca. M...