Pagi ini, kajian ba'da sholat subuh bertema tentang cara Islam menjaga nyawa manusia. Nyawa men jadi perkara sangat penting, sampai ada pemisalan bahwa perkara hancurnya kabah lebih ringan daripada terbunuhnya mukmin tanpa haq (dibenarkan Allah).
Caranya yaitu dengan memberikan sangsi yang sangat tegas terhadap pelaku kriminal. Dalam Islam yang dimaksud kriminal adalah apa saja yang melanggar syariat seperti berzina, mencuri, minum khamr, menghina Rasulullah, menipu, dll. Maka Allah telah menentukan hukuman berat bagi kriminal yang bisa membinasakan atau menghilangkan nyawa. Bagi para pezina yang telah menikah maka hukumannya dirajam hingga mati. Zina menghilangkan/merusak nasab seseorang sehingga hukumannya sangat tegas. Begitu pun membunuh tanpa kondisi yang dibolehkan Allah, maka hukumannya pun qishos, dihukum ganti atau membayar diyat jika keluarga korban memaafkan. Disinilah keadilan dan rahmat Allah melalui Islam dirasakan, siapapun akan berpikir ulang ketika ingin membunuh orang lain karena pasti dihukum mati. Membunuh orang lain sama halnya membunuh dirinya sendiri.
Islam rahmatan lilalamin akan terasa jika Islamnya yang diterapkan. Contoh kecil ketika era Umar bin Khattab yang membebaskan maling gara-gara ia mencuri karena lapar. Konsep pengentasan kemiskinan dalam Islam adalah tanggung jawab seluruh kompknen masyarakat termasuk negara. Jika ada seorang lapar dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya maka yang pertama kali bertanggungjawab sauadarnya. Jika ternyata saudaranya pun tidak mampu maka menjadi tanggungjawab komunitas di masyarakat. Apabila komunitas pun terlewat maka negara harus hadir dengan bantuan langsung agar warga yang tidak mampu berusaha tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan. Kehebatan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, karena ia konsisten terdepan dalam menerapkan Islam. Ia tunduk patuh didepan kebenaran padahal ia orang paling berkuasa saat itu. Melihat banyaknya lelaki jomblo karena mahalnya mahar wanita maka Umar mengeluarkan pembatasan nilai mahar agar para jomblo mampu untuk membayar dan segera menikah. Namun apa yang terjadi? Ada seorang warganya yang mengingatkan bahwa kebijakan tersebut menyalahi syariat, karena Allah tak pernah membatasi. Umar pun tertunduk berterima kasih dan membenarkan warganya. Kebijakannya pun segera dibatalkan.
Begitu indahnya bukan? Ketika penguasa dan warganya sama-sama menguasai rujukan hukum bernegara. Semua warga bisa mengoreksi. Dan yang dikoreksi pun hanya tunduk pada pembuat hukum yaitu Allahh Subhanahuwataala.
Bogor, 11 Oktober 2019
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!