Sumber gambar: lifehack.org |
Sebagai seorang muslim, kita sudah senantiasa untuk menjadi manusia pembelajar dan terbaik. Sejak proses pembuahan bagaimana satu sprema berhasil menjadi yang tercepat dan terbaik sehingga jadilah kita. Lalu kita setiap hari mulai belajar hal-hal baru hingga kita mampu, from nothing to something.
Dalam komunitas masyarakat pun secara alamiah akan menghadapi persaingan (kompetisi) kehidupan, jika kita bisa memilih komunitas yang baik maka kita pun akan bersaing dalam hal kebaikan. Teringat, bagaimana Umar bin Khattab mengakui kekalahan dan iri terhadap Abu Bakar As Siddiq karena selalu kalah dalam hal kebaikan. Ketika Umar menginfakkan setengah hartanya di jalan dakwah, Abu Bakar malah menginfakkan seluruh hartanya. Hanya menyisakan bagi keluarganya keimanan yang kokoh bagai gunung dan batu karang, "Cukup Allah dan Rasul-Nya bagi keluargaku".
Bagaimana dengan kita? Mengapa kita seolah lupa bahwa kita adalah mahluk dengan karakter bersaing (as-sibaq). Tentu saja dalam hal kebaikan bukan yang lain. Irilah terhadap dua orang yaitu orang kaya yang menggunakan hartanya di jalan Allah dan orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya di jalan Allah.
Tak harus mencari rival untuk bersaing dalam hal kebaikan, karena dengan senantiasa introspeksi diri kita pun bisa bersaing dengan diri kita sendiri. Caranya, apakah hari ini kondisi kita lebih baik dari hari kemarin? atau sama saja dengan kemarin? bahkan lebih buruk?
Kondisi terbaik apa dalam amal sholih yang pernah kita capai? mengapa hari ini kita tidak mau mengusahakan lebih baik lagi? atau membuat target yang melampaui kondisi terbaik kemarin?
Manusia bersaing akan menyukai dinamisasi dalam kondisi apapun tak kan hanya menggerutu kegelapan namun lebih memilih menyalakan lilin. Mungkin benar, kondisi kita hari ini tak sesuai dengan apa yang kita harapkan namun bukankah masih ada harapan untuk menuju kesempuranaan?
Menuju kesempurnaan bukan berarti kita pasti sempurna. Kesempurnaan yang dimaksud lebih kepada ikhtiar/usaha maksimal yang tengah kita lakukan. Jangan biarkan ketakutan tuk bersaing membunuh harapan.
Percayalah, berani bersaing dengan yang terbaik akan memacu adrenalin, pikiran, tenaga, harta dan lain sebagainya kepada satu titik capaian yang sangat jelas yaitu kemenangan. Tengoklah sang pencinta ketika bersaing mendapatkan hati sang pujaannnya, dan kondisi bagi yang bisa menang dan kalah? katanya, kotoran pun terasa coklat. Lompatan usahanya akan melebihi limit kemampuan, bagaikan pelari yang berlari kencang karena sedang dikejar anjing.
Perlu diingat juga bahwa bersaing bukan hanya masalah kalah menang namun lebih dari itu yaitu kondisi sebelum dan sesudah. Bandingkanlah kondisi orang yang belum bersaing dan setelah persaingan tersebut. Ada perubahan, pergerakan dan kehidupan bagi para pesaing dan yang berani bersaing.
So, mengapa tidak menjadi yang terbaik dalam hal kebaikan?
Ketika kalah pun kita masih bisa bercerita bahwa kita pernah berusaha dan berani untuk melakukan yang orang lain belum tentu lakukan, meskipun gagal.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!