BERBAHAGIALAH
ORANG YANG TERASING*
Oleh: Abu
Athaya Al Jambary
Rasulullah saw bersabda “Islam muncul pertama kali dalam keadaan
terasing dan akan kembali terasing sebagaimana mulainya, maka berbahagialah
orang-orang yang terasing tersebut.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Al ghuraba’ (orang-orang yang
terasing) memiliki sifat diantaranya:
1. Reformis
atau revolusioner
Tidak diterapkan aturan Allah SWT (syariat Islam) di segala lini kehidupan
menjadikan manusia hidup dengan aturannya sendiri, kerusakan di lautan dan di
daratan telah tampak akibat ulah-ulah manusia. Banyak manusia tidak tahu akan
syariat Allah sehingga terbiasa dengan meninggalkan kewajiban dan menjalankan
yang haram. Riba sudah menjadi nadi kehidupan ekonomi. Dalam mengatur rakyat
(berpolitik) tidak lagi menggunakan siyasah syar’iyyah melainkan politik dagang
sapi (transaksional). Halal dan haram bukan lagi standar dalam setiap perbuatan
melainkan asas manfaat yang menjadi pilihannya. Pada kondisi sekarang ini, jika
masih ada yang mau terikat dengan hukum-hukum Allah, berani jujur tidak korupsi
karena Allah, tidak menjual ayat-ayat Allah dan berdakwah hanya karena Allah
maka orang tersebut pasti akan dimusuhi oleh khalayak ramai dan menjadi
terasing karena syiar Islam. Meskipun sudah menjadi kebiasaan banyak orang
dengan suap-menyuap, meminum khamr, berzina, korupsi, berbohong, menghalalkan
segala cara maka bagi al ghuraba’ tetap kokoh memegang prinsip Islam untuk
meninggalkan semua yang haram serta berdakwah amar ma’ruf nahi munkar untuk
mengajak manusia ke jalan Allah SWT.
2. Jumlahnya
sedikit dan dari kaum beraneka ragam
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada
sekelompok manusia. Mereka bukan para nabi dan juga bukan syuhada. Tapi para
nabi dan syuhada pun berghibthah[i]
pada mereka di hari kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah Swt. Para
sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami siapa mereka
itu?’ Rasulullah bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai
dengan “ruh” Allah, padahal mereka tidak memiliki hubungan rahim dan tidak
memiliki harta yang mereka kelola bersama-sama. Demi Allah, wajah mereka adalah
cahaya. Mereka ada di atas cahaya. Mereka tidak takut ketika manusia takut.
Mereka tidak bersedih ketika manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah membacakan
firman Allah, “Ingatlah sesungguhnya para kekasih Allah itu tidak mempunyai
rasa takut (oleh selain Allah) dan tidak bersedih”.
Mari kita perhatikan di sekeling kita termasuk diri kita, apakah
kita masih takut kehilangan pekerjaan atau harta ketika kita berbuat jujur?
apakah kita masih takut dimusuhi banyak orang ketika kita mau mencegah
kemungkaran? apakah kita masih takut miskin ketika tidak mendapatkan uang suap
(gratifikasi)? Jika ketakutan-ketakutan itu masih ada dalam hati dan perbuatan
kita maka kita tidak layak menjadi al-ghuraba’. Orang-orang yang berani bilang
“tidak” terhadap suap menyuap, korupsi, kolusi dan segala hal yang haram tentu
jumlahnya sangat sedikit karena di jaman ini susah mencari orang yang terikat
dengan hukum-hukum Allah.
Dalam hadis diatas disebutkan meskipun jumlah sedikit hamba-hamba
Allah tersebut namun saling mencintai karena Allah dan tidak takut kecuali
takut kepada Allah SWT. Mereka juga berkumpul karena Allah dari berbagai suku
bangsa yang berbeda. Mereka juga bukan bagian dari para Nabi dan Syuhada’.
Sungguh ini adalah kesempatan bagi setiap hamba Allah untuk menjadi al-ghuraba’
dengan terikat kepada syariat Allah ketika masyarakat meninggalkan syariatNya.
Ketika
Rasulullah saw pertama kali menyiarkan RisalahNya, Islam sungguh asing dan aneh
bagi kaum jahiliah Qurais karena Islam membawa pemikiran dan syariat yang baru
yang menyalahi (menentang) peradaban jahiliah mereka. Pun demikian di jaman
jahiliah modern ini, ketika hukum-hukum Allah digantikan oleh hukum-hukum
manusia, seolah syariat Islam menjadi asing kembali. Hamba-hamba yang
menginginkan kembalinya kehidupan Islam juga menjadi terasing. Inilah
kesempatan kita untuk memantaskan diri menjadi al ghuraba’ dengan kemuliaan dan
kebahagiaan yang dijanjikan Allah dan RasulNya. Barangsaiapa yang mau menerima
Islam secara menyeluruh, menerapkannya dalam kehidupan diri, keluarga,
masyarakat dan negara pasti akan mendapati pertentangan dari masyarakat
jahiliah. Ingatlah, sungguh beruntung al ghuraba’ yang senantiasa
memperjuangkan Islam tegak dalam kehidupan karena janji Allah (kebahagiaan) itu
pasti adanya.
Akhirnya, marilah kita berdoa
agar kita bisa termasuk menjadi al ghuraba’ dan pengikut ahli syurga, segala
puji hanya milik Allah SWT.
*)Disarikan dari buku
“Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah”
[i]
Ghibthah artinya
berangan-angan agar ada pada diri mereka
apa yang ada pada diri hamba-hamba Allah tersebut, meski pada saat yang sama
apa yang ada pada diri hamba-hamba tersebut tetap ada.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!