Reformasi berlangsung 10 tahun sudah. Boro-boro rakyat tambah sejahtera, kehidupan mereka tambah sengsara. Belum lagi pemerintah mengumumkan akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) ketika harga kebutuhan pokok melambung. Betapa menderitanya rakyat.
Sampai-sampai ada anggota masyarakat yang memilih bunuh diri daripada menghadapi kesulitan hidup. Bahkan, mungkin ini sejarah selama Indonesia merdeka, ibu tega membunuh anak-anaknya karena tak lagi mampu menghidupinya. Ada juga ibu dan anak meninggal dalam waktu yang hampir bersamaan karena tidak makan. Reformasi menimbulkan repot nasi.
Sayangnya perubahan iklim politik ini tidak signifikan dengan kondisi ekonomi. Krisis ekonomi tak kunjung usai. Padahal negara lain yang diterpa krisis serupa telah mampu melompat menjadi negara-negara yang pesat perkembangan ekonominya dengan sumber daya yang terbatas. Sebaliknya Indonesia, hanya berkutat pada rebutan kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu bisa dimanfaatkan lagi untuk meraih kekuasaan berikutnya. Rakyat seolah dibiarkan hidup sendiri. Kalau susah, ya salah sendiri. Kalau minyak susah, ya masak aja pakai kayu. Ada jurang pemisah antara rakyat dan penguasa. Penguasa lupa akan tugasnya melayani rakyat. Sering terlihat, justru penguasa yang minta dilayani.
Banyak yang gemas dengan penguasa sekarang. Terlebih-lebih sepak terjangnya lebih memperhatikan kepentingan asing daripada rakyatnya sendiri. Ladang-ladang minyak dijual ke asing. BUMN dilego ke asing. Undang-undang disusun oleh asing. Terjadi asingisasi. Tangan-tangan asing menjerat di semua lini. Mafia Berkeley berkuasa di sektor ekonomi. Indonesia menjadi jajahan kompeni model terkini.
Yang menyedihkan, para aktivis reformasi seperti tak peduli. Mana suaranya? Idealismenya? Mereka asyik menikmati usahanya berupa kedudukan dan jabatan. Rakyat yang dulu mendukungnya dilupakan.
Sejatinya reformasi hanyalah mengubah formasi kedudukan. Yang sebelumnya jadi orang jalanan, menjadi birokrat dan penguasa. Yang sebelumnya nganggur, dapat posisi mentereng di meja kekuasaan. Yang sebelumnya miskin, langsung bisa kaya karena jabatan baru. Harta, tahta, dan wanita, yang sebelumnya impian, jadi kenyataan.
Kita terjerumus dalam lubang yang sama. Dulu kita hancur karena sistem kufur kapitalisme di zaman Orde Baru. Tapi itu kita ulang lagi dalam era reformasi. Banyak dari kita tidak mau belajar. Negara yang baik tidak hanya ditentukan oleh pemimpin yang baik, tapi juga oleh sistemnya yang baik. Sistem yang baik ini tentu bukan dari manusia, karena dia terbatas. Sistem yang baik harus datang dari Yang Maha Baik. Itulah Islam. Inilah jaminan bagi kehidupan yang baik, yang akan menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Kembali kepada Islam adalah keniscayaan dan wujud keimanan.[red/www.suara-islam.com]
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!