Keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga BBM premium dan solar sebesar Rp 2000,-. Konon, ada kurang lebih 100 triliun rupiah yang bisa direlokasi untuk belanja yang lebih produktif.
Asumsi perhitungan dampak dari kenaikan BBM tahun 2014 ini yaitu:
1). Inflasi sebesar 2,5 %
2). Pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,1%
3). Diperkirakan bisa berhemat 90-140 triliun selama tahun 2015 menyesuaikan harga internasional.
Adanya pengalihan belanja inilah pemerintah berharap agar bisa memanfaatkan untuk membangun infrastruktur, desa, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial dan transfer ke daerah.
Government expenditure (G) diarahkan oleh pemerintah semakin berkualitas dan tepat sasaran sehingga bisa meminimalisir dampak dari kenaikan BBM.
Di lain pihak, dengan adanya harga BBM yang sesuai harga pasar maka menarik investor asing khususnya untuk menanamkan modalnya (Investment) di Indonesia pada bidang ekonomi riil.
Entah perjanjian apa dengan para CEO Internasional dan pertemuan negara-negara G20, Presiden langsung berani memutuskan menaikkan BBM.
Jauh sebelum keputusan ini diambil, IMF, Word Bank dan OECD telah merekomendasikan bahakan memberikan pendampingan-pendampingan secara teknis mengenai penganggaran dan penyusunan kegiatan jika subsidi dikurangi dan dialihkan ke belanja infrastruktur.
Tentu saja, secara politik ini merupakan makanan empuk politisi untuk menyerang pemerintah bagaimana begitu mudahnya disetir oleh pihak asing.
Terlepas dari pro kontra kenaikan BBM ini, saya berpendapat bahwa pengelolaan SDA di Indonesia masih bermasalah sehingga begitu mudahnya disetir asing. SDA khususnya barang tambang merupakan milik rakyat sehingga tidak boleh sedikitpun pihak asing, swasta bahkan pemerintah memiliki barang ini. Selama tidak ada perubahan kepemilikan dan perbaikan pengelolaan maka begitu lemahnya Indonesia di setir asing.
Meskipun ada ruang barus fiskal untuk meningkatkan daya beli pemerintah, namun secara mikro ekonomi tidak akan membantu mingkatkan daya beli masyarakat yang terkena imbas secara langsung. Bahkan disinyalir bertambahnya orang miskin baru akibat kebijakan ini.
Pemerintah pun menyediakan perlindungan sosial dengan bantuan langsung dlam bentuk program kartu-kartu "sakti" yang diterbitkan pemerintah dengan bantuan unag tunai.
Dengan data base yang masih amburadul maka dipastikan tidak semua masyarakat miskin mampu mendapatkan kartu-kartu tersebut.
Asumsi perhitungan dampak dari kenaikan BBM tahun 2014 ini yaitu:
1). Inflasi sebesar 2,5 %
2). Pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,1%
3). Diperkirakan bisa berhemat 90-140 triliun selama tahun 2015 menyesuaikan harga internasional.
Adanya pengalihan belanja inilah pemerintah berharap agar bisa memanfaatkan untuk membangun infrastruktur, desa, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial dan transfer ke daerah.
Government expenditure (G) diarahkan oleh pemerintah semakin berkualitas dan tepat sasaran sehingga bisa meminimalisir dampak dari kenaikan BBM.
Di lain pihak, dengan adanya harga BBM yang sesuai harga pasar maka menarik investor asing khususnya untuk menanamkan modalnya (Investment) di Indonesia pada bidang ekonomi riil.
Entah perjanjian apa dengan para CEO Internasional dan pertemuan negara-negara G20, Presiden langsung berani memutuskan menaikkan BBM.
Jauh sebelum keputusan ini diambil, IMF, Word Bank dan OECD telah merekomendasikan bahakan memberikan pendampingan-pendampingan secara teknis mengenai penganggaran dan penyusunan kegiatan jika subsidi dikurangi dan dialihkan ke belanja infrastruktur.
Tentu saja, secara politik ini merupakan makanan empuk politisi untuk menyerang pemerintah bagaimana begitu mudahnya disetir oleh pihak asing.
Terlepas dari pro kontra kenaikan BBM ini, saya berpendapat bahwa pengelolaan SDA di Indonesia masih bermasalah sehingga begitu mudahnya disetir asing. SDA khususnya barang tambang merupakan milik rakyat sehingga tidak boleh sedikitpun pihak asing, swasta bahkan pemerintah memiliki barang ini. Selama tidak ada perubahan kepemilikan dan perbaikan pengelolaan maka begitu lemahnya Indonesia di setir asing.
Meskipun ada ruang barus fiskal untuk meningkatkan daya beli pemerintah, namun secara mikro ekonomi tidak akan membantu mingkatkan daya beli masyarakat yang terkena imbas secara langsung. Bahkan disinyalir bertambahnya orang miskin baru akibat kebijakan ini.
Pemerintah pun menyediakan perlindungan sosial dengan bantuan langsung dlam bentuk program kartu-kartu "sakti" yang diterbitkan pemerintah dengan bantuan unag tunai.
Dengan data base yang masih amburadul maka dipastikan tidak semua masyarakat miskin mampu mendapatkan kartu-kartu tersebut.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!