Aku ingin menusliskan tentang sebuah kisah seseorang yang jatuh cinta, yaitu cainta kepada dunia (harta dan tahta).
Awalnya, aku berbaik sangka dengan performance seorang pegawai yang rajin sholat dhuhur ke masjid dengan jenggot memutih dan celana cingkrangnya. Ini pasti orang yang taat agama dan orang yang jujur (lurus) dalam bekerja. Ketika kesempatan itu pun datang, aku akhirnya bisa bekerja dengan orang tersebut.
Dalam sebuah ketercengangan mendapatkan cerita-cerita dari oarnag sekitar tentang dirinya yang bertolak belakang dengan agama Islam semisal suka suap menyuap, meminta uang pelicin dan jatah preman.
Sebagai seorang muslim, tentu saja ku harus tabayyun. Ya, cek dan ricek. Alhamdulilla, ku akhirnya menemukan sebuah jawaban bahwa setiap orang itu ketika berprilaku tergantung kepada pemahamannya.
Aku baru paham bahwa jenggot dan cingkrang pun meski sunnah juga bisa untuk mendekat kepada pengusa, karena kebtulan penguasanya saat itu suka performance seperti itu.
Berbicara tentang cinta. Cinta pun tergantung kepada pemahaman. Belajar dari orang tersebut, aku baru tahu bahwa dia termasuk pecinta dunia. Dia akan cemburu bahkan marah ketika jatah "dunia" merasa terusik. Pernah tanpa sengaja, ku menuliskan perubahan daerah tempat dinas, karena atasan orang tersebut melarang dirinya pergi ke daerah tertentu akibat telah ada laporan yang disinyalir bisa merusak nama baik instansi.
Tanpa tahu sebab, dia marah padaku, bahkan tak mau menyapa salamku. What's wrong?
Aku baru tahu bahwa dia termasuk orang yang sedang jatuh cinta, cinta kepada dunia. Seolah ketika kesempatan dins ke daerah yang dia mau hilang maka hilanglah cintanya. Marah tanpa sebab ke siapa saja.
Aku baru tahu, kalo dia pun suka minta jatah preman ke daerah yang dia singgahi. Dia minta uang pelicin setiap pekerjaan yang ia selesaikan.
Aku akhirnya tahu bahwa berat menghadapi kecemburuan orang-orang yang mencintai dunia.
Dia cemburu jika orang lain mendapatkan jatah dinas lebih dari dirinya.
Dia cemburu jika ada orang lain mendapatkan jatah uang pelicin dari dirinya.
Dia cemburu jika dia tidak kebagian uang manipulatif dan fiktif.
Jangan coba-coba ku rusak kecintaanya kepada dunia, berperang pun dia sanggup.
***
Di lubuk hati terdalam kucoba bertanya, apakah aku cemburu terhadap tipe orang diatas?Tidak, jawabku.
Aku merasa kasihan pada tipe orang ini, bisa dibayangkan bagaimana hisab Allah terhadap hartanya, bagaimana dia bisa mempertanggungjawabkan setiap hartanya?
Ku punya pemahaman lain yang tak seperti dia.
Aku hidup dari Allah
Hidup di dunia sementara tuk beribadah kepada Allah, setiap peilaku pastilah dipertanggungjawabkan jika tak sesuai dengan syariat-Nya.
Di akhirat ku harus bertanggungjawab apa yang telah kulakukan di dunia ini, tuk sebuah keabadian pilihannya hanya ada dua: surga atau neraka. Andai ada pilihan ketiga?
Tipe orang yang kuceritakn diatas banyak hidup di sekitar kita. Katanya, itu buah dari akidah sekulerisme, memisahkan agama dengan kehidupan. Seolah terikat dengan agama hanya urusan ibadah, diluar itu terserah manusai yang penting niatnya. Enak saja!
Maka, kuingin katakan jangan pernah lihat cover (performance) sesorang dalam menilainya tapi lihatlah prilaku dan pemahamannya. Benar dan salah sesuaikan dengan standar Allah apalagi jika bukan agama.
Aku tak menjauh dari dunia, tapi ku cemburu jika melihat saudara seagmaku yang pandai bersedekah dan bisa menjaga nafkahnya dari hal yang haram. Cinta kepada dunia pun harus di sesuaikan dengan syariatNya.
Cinta ku pada keluarga karena aku tahu itu jadi ladang akhiratku.
Cintaku kepada kerja, karena ku tahu itu pahalanya sama dengan jihad.
Cintaku kepada ibadah karena pasti itu mendekatkanku kepada Sang Pencipta.
Awalnya, aku berbaik sangka dengan performance seorang pegawai yang rajin sholat dhuhur ke masjid dengan jenggot memutih dan celana cingkrangnya. Ini pasti orang yang taat agama dan orang yang jujur (lurus) dalam bekerja. Ketika kesempatan itu pun datang, aku akhirnya bisa bekerja dengan orang tersebut.
Dalam sebuah ketercengangan mendapatkan cerita-cerita dari oarnag sekitar tentang dirinya yang bertolak belakang dengan agama Islam semisal suka suap menyuap, meminta uang pelicin dan jatah preman.
Sebagai seorang muslim, tentu saja ku harus tabayyun. Ya, cek dan ricek. Alhamdulilla, ku akhirnya menemukan sebuah jawaban bahwa setiap orang itu ketika berprilaku tergantung kepada pemahamannya.
Aku baru paham bahwa jenggot dan cingkrang pun meski sunnah juga bisa untuk mendekat kepada pengusa, karena kebtulan penguasanya saat itu suka performance seperti itu.
Berbicara tentang cinta. Cinta pun tergantung kepada pemahaman. Belajar dari orang tersebut, aku baru tahu bahwa dia termasuk pecinta dunia. Dia akan cemburu bahkan marah ketika jatah "dunia" merasa terusik. Pernah tanpa sengaja, ku menuliskan perubahan daerah tempat dinas, karena atasan orang tersebut melarang dirinya pergi ke daerah tertentu akibat telah ada laporan yang disinyalir bisa merusak nama baik instansi.
Tanpa tahu sebab, dia marah padaku, bahkan tak mau menyapa salamku. What's wrong?
Aku baru tahu bahwa dia termasuk orang yang sedang jatuh cinta, cinta kepada dunia. Seolah ketika kesempatan dins ke daerah yang dia mau hilang maka hilanglah cintanya. Marah tanpa sebab ke siapa saja.
Aku baru tahu, kalo dia pun suka minta jatah preman ke daerah yang dia singgahi. Dia minta uang pelicin setiap pekerjaan yang ia selesaikan.
Aku akhirnya tahu bahwa berat menghadapi kecemburuan orang-orang yang mencintai dunia.
Dia cemburu jika orang lain mendapatkan jatah dinas lebih dari dirinya.
Dia cemburu jika ada orang lain mendapatkan jatah uang pelicin dari dirinya.
Dia cemburu jika dia tidak kebagian uang manipulatif dan fiktif.
Jangan coba-coba ku rusak kecintaanya kepada dunia, berperang pun dia sanggup.
***
Di lubuk hati terdalam kucoba bertanya, apakah aku cemburu terhadap tipe orang diatas?Tidak, jawabku.
Aku merasa kasihan pada tipe orang ini, bisa dibayangkan bagaimana hisab Allah terhadap hartanya, bagaimana dia bisa mempertanggungjawabkan setiap hartanya?
Ku punya pemahaman lain yang tak seperti dia.
Aku hidup dari Allah
Hidup di dunia sementara tuk beribadah kepada Allah, setiap peilaku pastilah dipertanggungjawabkan jika tak sesuai dengan syariat-Nya.
Di akhirat ku harus bertanggungjawab apa yang telah kulakukan di dunia ini, tuk sebuah keabadian pilihannya hanya ada dua: surga atau neraka. Andai ada pilihan ketiga?
Tipe orang yang kuceritakn diatas banyak hidup di sekitar kita. Katanya, itu buah dari akidah sekulerisme, memisahkan agama dengan kehidupan. Seolah terikat dengan agama hanya urusan ibadah, diluar itu terserah manusai yang penting niatnya. Enak saja!
Maka, kuingin katakan jangan pernah lihat cover (performance) sesorang dalam menilainya tapi lihatlah prilaku dan pemahamannya. Benar dan salah sesuaikan dengan standar Allah apalagi jika bukan agama.
Aku tak menjauh dari dunia, tapi ku cemburu jika melihat saudara seagmaku yang pandai bersedekah dan bisa menjaga nafkahnya dari hal yang haram. Cinta kepada dunia pun harus di sesuaikan dengan syariatNya.
Cinta ku pada keluarga karena aku tahu itu jadi ladang akhiratku.
Cintaku kepada kerja, karena ku tahu itu pahalanya sama dengan jihad.
Cintaku kepada ibadah karena pasti itu mendekatkanku kepada Sang Pencipta.
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!