Seperti biasa, perjalanan Jakarta - Bandung - Jakarta kududuk samping Pak Sopir yang sedang bekerja. Ada dua cerita utama dari perjalananku kali ini yaitu tentang korupsi (termasuk suap) dan hiburan para karyawan (baik pejabat maupun anak buahnya).
Tentang korupsi, ku dapat cerita dari panitia pengadaan (entah benar atau tidak?). Untuk mengadakan acara yang megundang banyak orang seperti seminar nasional dan sejenisnya ada beberapa celah yang bisa dilakukan untuk mengambil "keuntungan" yaitu:
1. Dari mark up penginapan, konsumsi, transportasi, ATK, peralatan dan perlengkapan (sound system, video recorder, backdrop, spanduk, taman, sewa ruang dll)
2. Menjual kamar hotel yang menjadi jatah panitia atau telah di booking terlebih dahulu dan dijual kepada peserta.
Penyusunan perencanaan dan penganggaran dibuat dengan sedetail mungkin dengan semuanya ada biaya, meski nantinya itu tak ada wujudnya tetapi bisa dicarikan kwitansinya. Dalam cerita ini pula yang membuatku sedikit kecut karena kemarahannya bukan karena "korupsi" yang diceriatakan tetapi lebih karena dia tidak mendapat jatah dari hasil korupsi tsb. Dengan nada kesal dalam bercerita, setelah bertanya keada pihak hotel berapa harga kamar yang disewa, dia baru tahu antara harga riil dan yang diertanggungjawabkannya berselisih lebih dari seratus juta. Wow! Hanya dari sewa kamar bisa ratusan juta? bagaiman dengan belanja yang lain???
Karena ini hanya cerita versi orang kesal dan saya sendiri pun tidak tahu faktanya maka saya tidak percaya dan bertanya "Masak sih, kalo saya lihat panitia-panitianya berjenggot, dahinya hitam kemungkinan rajin sholat?". Dia pun tertawa dan membalas "Jangan pernah percaya dengan penampakan, lihatlah kelakuannya!".
Sungguh berat menghadapi situasi seperti ini, karena kalaupun cerita di atas benar adanya maka bisa dipastikan pelakunya tidak mungkin sendiri. Bisa jadi hingga atasannya (pejabat) yang bertanggungjawab terhadap kegiatan tersebut pun terlibat. Mereka yang di lapang laksana prajurit yang mengumpulkan uang untuk mensuplai sang tuan. Prajuritpun ikut senang jika yang dihasilkan semakin banyak, karena tak kan pernah ada catatan kebenaran berapa pengeluaran riilnya. Cukup beri segepok uang untuk sang tuan, agar mereka tidak mencari anjing pelacak dan menyiapkan prajurit lain untuk menggantikan.
Tentang hiburan, penasaranku terhadap kelakuan peserta seminar yang bercanda ketika temannya ada yang pusing, komentarnya "Pusing karena semalam tidak tersalurkan". Spontan nalarku bertanya kepada peserta tsb "Jika bapak bgm, tidak pusingkah seperti teman bapak?" jawabnya "tidak, biasa saja" maka langsung kusambut dengan pertanyaan "berarti jika ga pusing, tadi malam sudah tersalurkan?" dan dia hanya senyum malu.
Kesempatan bersama sopir dari Bandung ku pancing dengan seputar pertanyaan hiburan di Bandung dan kelakuan para peserta seminar tersebut. Sang sopir pun bercerita bagaimana jika mau mendapatkan hiburan bisa melalui karaoke dan spa atau langsung ke TKP seperti kampus dll. Dia pun bisa menunjukkan bagaimana cara memancing "ayam kampus" agar bisa dengan mudah mendapatkan dengan harga di bawah sejuta.
Dia "memuji" kelakuan orang Papua yang pernah membawa uang 40 juta dan harus dihabiskan dalam waktu seminggu, maka diapun mencarikan tempat-temat pelacuran dengan harga 4 juta. Orang papuanya sangat puas hingga sopir sering di beri uang tambahan. Ada pula pelanggannya seorang Bupati dari Prov. Lampung yang membawa ajudannya turut bermain "gila" dengan pelacur high class di Bandung.
Dia "memuji" kelakuan orang Papua yang pernah membawa uang 40 juta dan harus dihabiskan dalam waktu seminggu, maka diapun mencarikan tempat-temat pelacuran dengan harga 4 juta. Orang papuanya sangat puas hingga sopir sering di beri uang tambahan. Ada pula pelanggannya seorang Bupati dari Prov. Lampung yang membawa ajudannya turut bermain "gila" dengan pelacur high class di Bandung.
Jika sang Pejabat ada kesempatan ke Jakarta, maka sopir tersebut di minta untuk membawa si cewek yang menjadi langganannya untuk ke Jakarta.
Edan! entah saya mau percaya atau tidak dari cerita sopir tersebut karena cerita-cerita seperti itu sudah kudapati dari dua sopir (Bandung-Jakarta). Atau kusungguh naif dan lugu, jaman gini masih sok suci dan benci terhadap kewajaran masyarakat karena sudah ada di mana-mana dan hampir semua yang bermodal melakukannya kecuali dia kena diabetes akut?
Pantaslah, jika Allah tak mengabulkan doa-doa orang sholih karena para bedebah begitu bebas melanggar ayat-ayat sang Pencipta.
Pantaslah jika korupsi terus meraja lela karena nikmatnya korupsi berbuah kepada hiburan dan kemaksiatan yang bisa dibeli dengan mudahnya. Wajah rupawan bukan modal utama tetapi keuangan yang kuasa. Tahta (harta) --> Kuasa --> wanita (belanja) --> Gila (harta/tahta/wanita)
Lalu, untuk apa kalian hidup di dunia ini?
Sebentarnya hidup di dunia ternyata penentu keabadian.
SEMOGA SELALU MENJADI TERASING DI KERAMAIAN MAKSIAT!
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!