Sistem fiat money (mata uang kertas TANPA disandarkan kepada benda
berharga seperti emas dan perak,hanya berdasarkan keputusan pemerintah) membawa
penyakit bawaan sejak lahir, diantaranya yaitu seigniorage dan interest rate
(bunga). Setiap pemerintah mencetak uang baru maka akan menurunkan nilai riil uang
tersebut, besarnya penurunan nilai tersebut yang disebut seigniorage (dalam bahasa ekonomi, pendapatan negara dari inflasi).
Siapa yang menanggung seigniorage?
jawabannya adalah setiap orang yang mempunyai uang tersebut.
Semisal saat ini Mr. Y mempunyai
uang sejumlah 1 juta rupiah di dompetnya, tiba-tiba besoknya pemerintah
mencetak/menambah uang baru sehingga menurunkan nilai uang sebesar 5%. Sebelum
pemerintah mencetak uang baru, 1 juta rupiah bisa membeli telepon genggam (HP)
merk X, gara-gara ada seigniorage maka
produsen HP X tersebut menyesuaikan harga produksi dan keuntungan dengan cara
menaikkan harga jual minimal sebesar 5% (inflasi). Apa yang terjadi dengan uang
1 juta di dompet Mr.Y? tentu saja tidak bisa membeli HP X tersebut lagi. Inilah
yang disebut penurunan nilai uang.
Keuntungan terhadap adanya seigniorage (cetakan uang baru) dianggap
sebagai pemasukan negara yang diambil dari beban yang harus ditanggung semua
pemegang uang. Jika kita meminjamkan uang kepada teman kita lalu ada seigniorage, maka akan mengakibatkan uang yang dikembalikan
nilainya berubah meskipun jumlahnya tetap sama. Nilai disini adalah kemampuan
untuk membeli (sebagai medium of exchange). Logika ini pula lah yang digunakan
baik bank konvesional dan bank “syariah” untuk memberikan kredit dengan
memprediksi perubahan nilai uang beberapa tahun kedepan (dengan memprediksi
inflasi/deflasi).Perbedaannya, bank konvesional sangat kondisional menyesuaikan
pergerakan inflasi tahunan, sedangkan bank “syariah” dengan asumsi inflasi
tertinggi sebagai patokan tambahan nilai harga dan membuatnya tetap setiap
tahun. Terjawablah, kenapa jika menggunakan jasa kredit Bank “syariah” lebih
mahal daripada bank konvesional. Bank menggunakan tingkat bunga sebagai
tambahan harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan. Ketidakstabilan
nilai uang akan mengakibatkan tidakstabilnya kebijakan penetapan tingkat bunga.
Kondisi ideal (yang terbaik) sebuah negara adalah kondisi dengan tingkat bunga
0%. Hal tersebut juga menunjukkan kestabilan nilai uang sebuah negara.
Contoh dampak buruk dari seigniorage lainnya adalah pergerakan/pergeseran
rasa keberhargaan uang rupiah. Kita bisa bandingkan 100 rupiah sekarang dengan 20
tahun yang lalu. Atau contoh terburuk dari seigniorage
bisa kita lihat sekarang di Negara Zimbabwe,dimana pemerintahnya suka mencetak
uang baru sehingga rakyatnya untuk membeli 1 ekor ayam saja harus membawa uang
2 milyar dolar Zimbabwe. Mata uang dolar Zimbabwe sungguh sangat tidak
berharga.
Salah satu kompensasi pemerintah
terhadap adanya seigniorage ini
adalah dengan menaikkan interest rate
(bunga bank). Bank mempunyai peranan penting dalam sistem fiat money, karena uang yang hanya ada di bank yang akan di berikan
interest rate tersebut. Sedangkan
uang yang ada di dompet, di balik bantal, dilemari atau dimanapun berada selain
di bank yang memberikan bunga pasti akan terkena dampak seigniorage dan tidak mendapat kompensasi tersebut. Selain itu, interest rate juga untuk mengontrol jumlah
uang yang beredar. Jika uang yang beredar sangat banyak (melampui jumlah
permintaan) akan mengakibatkan inflasi. Dengan tingginya nilai bunga akan
menarik minat pemegang uang untuk menitipkan uangnya di bank sehingga mengurangi
uang beredar dan memudahkan pemerintah untuk mengontrol inflasi. Interest rate (bunga) merupakan alat
utama pemerintah dalam kebijakan keuangan dalam sistem fiat money.
Dari sedikit penjelasan tentang seigniorage dan interest rate diatas tentu saja bahwa sistem fiat money sangat bertolak belakang dengan Islam yang mengharamkan
ribawi. Hal ini akan menjadi dilema yang terus menerus dihadapi oleh setiap
muslim yang hidup di suatu negara yang menerapkan sistem fiat money. Kabar terburuknya, sejak The Great Depression 1929 negara-negara di dunia mulai satu persatu
dengan terpaksa meninggalkan sistem Gold
Standart dan pada tahun 1971 secara resmi Amerika mengumumkan pemberlakuan
sistem fiat money bagi semua negara.
Sekarang, tidak ada satu pun negara yang menerapkan sistem Gold Standart, satu-satunya sistem mata uang yang tidak mempunyai
penyakit seigniorage dan tidak butuh interest rate.
Di era ini, meskipun kita mencoba
lari dari ribawi, tetap masih kena debunya. Solusi radikalnya adalah kembali
kepada sistem gold standart.
Tulisan ini terinspirasi dari
kajian PPI Kobe dengan tema ribawi.
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa
(ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta)
riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena
debu (riba)nya.” (HR Ibnu Majah, HR Sunan
Abu Dawud, HR. al-Nasa’i dari Abu Hurairah)
Kobe City, 11 Februari 2012
Tri Wahyu Cahyono
Development and Economic Program
Graduate School of International Cooperation Studies (GSICS), Kobe
University
Sangat Keren sekali artikelnya. Terimakasih sharing ilmunya.
ReplyDelete