
BBM Naik 30% di awal juni 2008. Pemerintah telah menetapkan dan membuat berbagai kebijakan untuk menanggulangi efek domino yang terjadi. Alasan pemerintah tidak perlu diragukan, pasti punya segudang alasan. Sselama ini subsidi BBm yang menikmati adalah orang kaya. Sehingga dengan menaikkan BBM ini akan menolong rakyat miskin.Masuk akal nggak?
Dengan naiknya harga minyak dunia maka otomatis akan menjadi beban bagi APBN. Hasil ekpor minyak dan gas Indonesia untuk tahun 2003 dan 2004 mencapai US$15,2 miliar dan US$19,6 miliar. Sedangkan impor minyak dan gas Indonesia untuk kedua tahun yang sama masing-masing mencapai US$7,8 miliar dan US$11,5 miliar. Untuk tahun 2005, ekspor dan impor minyak dan gas Indonesia diproyeksikan mencapai US$19,7 miliar dan US$11,3 miliar.Dalam pandangan pemerintah, harga BBM yang lebih murah daripada harga BBM di pasar internasional, yaitu yang memperoleh subsidi dari negara, selain akan membebani anggaran negara, juga cenderung menimbulkan distorsi terhadap bekerjanya mekanisme pasar.
Sungguh tidak habis pikir, in ipasti ada salah pengelolaan, ada salah sistem dan orang-orang yang pegang kebijakan. Jika kita kaya SDA dan SDM kita punya, tapi kok malah nelangsa. Perubahan harus terjadi ke arah yang lebih baik! Dan yang pasti, tidak mungkin perubahan itu dari tangan-tangan penguasa yang telah terbiasa menyakiti rakyatnya.
Alasan pemerintah yang terkesan seolah-olah sangat memihak rakyat banyak dan kaum miskin itu tentu tampak sangat heroik. Lebih-lebih bila dilengkapi dengan embel-embel akan tetap mempertahankan subsidi minyak tanah, memberikan subsidi beras, beasiswa, dan fasilitas kesehatan bagi kaum miskin.Alasan tersebut bisa dirasakan semua pihak adalah alasan yang menyesatkan dan cenderung mengeksploitasi kemiskinan.
Melencengnya subsidi BBM kepada orang kaya, bukanlah karena kesalahan subsidi BBM.Struktur ekonomi di Indonesia memanglah sangat timpang dan pincang. Bayangkan saja Deposito dengan minimal 5 miliyar rupiah hanya dimiliki oleh 14.000 orang saja.Sebagaimana diketahui, sesuai dengan batas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia yang berpenghasilan kurang dari US$2 atau sekitar Rp19.000 per hari, saat ini masih berjumlah sekitar 60 persen dari jumlah seluruh penduduk.
Jika dilihat dari segi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), membengkaknya defisit dan sangat beratnya beban anggaran negara, pada dasarnya tidak dapat begitu saja dikaitkan dengan membengkaknya subsidi BBM.
Pembengkakan defisit dan sangat beratnya beban APBN terutama dipicu oleh sangat besarnya pengeluaran negara untuk membayar angsuran pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri setiap tahunnya. Sebagaimana diketahui, pembayaran angsuran pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri dalam anggaran negara rata-rata mencapai Rp140 – Rp 150 triliun setiap tahun.Perlu ditambahkan, pembayaran angsuran pokok dan bunga utang dalam negeri pada dasarnya adalah subsidi terselubung yang dikeluarkan pemerintah untuk para pemilik deposito dengan volume terkecil Rp 5 miliar, yang hanya dimiliki oleh sekitar 14.000 orang.
Kenaikan harga minyak di pasar internasional sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengurangi subsidi dan menaikkan harga BBM. Sebagai negara produsen dan pengekspor migas, Indonesia sesungguhnya juga memperoleh manfaat dari kenaikkan harga minyak tersebut. Sebagaimana telah saya singgung pada bagian awal tulisan ini, proyeksi hasil ekspor migas Indonesia untuk tahun 2005 mencapai US$19,7 miliar. Sedangkan proyeksi biaya impor migas Indonesia hanya mencapai US$11,3 triliun.
pengurangan subsidi BBM sudah dapat dipastikan akan memicu terjadinya kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok dan biaya hidup rakyat. Hal itu, suka atau tidak, di tengah-tengah jumlah penduduk miskin yang masih meliputi 60 persen penduduk, dan jumlah penganggur yang meliputi 36 persen angkatan kerja, pasti akan semakin memperberat beban hidup rakyat.
Sementara itu, sebagaimana tampak pada struktur APBN 2005 yang bersifat sangat kontraktif, dan susunan tim ekuin Kabinet Indonesia Bersatu yang dipenuhi oleh para ekonom neoliberal pemuja IMF, sama sekali tidak tampak tanda-tanda bahwa pemerintahan yang ada sekarang ini memang memiliki tekad untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran secara sungguh-sungguh.
Alih-alih berusaha keras mengurangi kemiskinan dan pengangguran, pemerintah justru tampak sangat getol membela kepentingan para kreditor dan investor asing di Indonesia. Tawaran moratorium dan penghapusan sebagian utang luar negeri yang dikemukakan oleh negara-negara anggota Paris Club, misalnya, cenderung ditanggapi dengan dingin oleh pemerintah. Sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Keuangan Jusuf Anwar, tindakan tersebut dapat menghambat naiknya rating utang Indonesia dan menurunkan kepercayaan para investor untuk menanamkan modal mereka di sini.
Disarikan dari tulisan Revrisond Baswir (Dewan Pakar Koalisi Anti Utang)
Comments
Post a Comment
Allah always see what we do!